Selasa, 30 September 2025

10 Adat Pernikahan Korea: Simbol Cinta, Hormat, dan Warisan Budaya


 10 Adat Pernikahan Korea: Simbol Cinta, Hormat, dan Warisan Budaya Pengantin wanita umumnya mengenakan hanbok—pakaian tradisional Korea berbahan sutra. (Foto: Flora & Fauna)

PERNIKAHAN tradisional Korea dikenal penuh warna, sarat makna, dan kaya simbolisme. Meskipun pengaruh budaya Barat mulai meresap ke dalam perayaan modern, banyak pasangan Korea saat ini tetap memilih untuk menyertakan unsur adat yang mencerminkan penghormatan terhadap warisan budaya mereka. Mulai dari pakaian hanbok yang anggun, upacara simbolis, hingga pertukaran hadiah keluarga, pernikahan Korea adalah perwujudan harmoni antara masa lalu dan masa kini dilansir dari laman brides.com.

1. Pakaian Adat: Hanbok, Wonsam, dan Samogwandae

Pengantin wanita umumnya mengenakan hanbok—pakaian tradisional Korea berbahan sutra. Untuk acara yang lebih formal seperti paebaek, mereka dapat mengenakan wonsam, atasan berdesain rumit, dan chima, rok panjang yang elegan. Sementara itu, pengantin pria bisa memilih antara hanbok modern atau samogwandae, pakaian resmi istana Dinasti Chosun, lengkap dengan samo—topi hitam bersayap.

2. Pertukaran Hadiah: Dari Hahm ke Hadiah Mewah

Dulu, keluarga mempelai pria mengirimkan hahm—kotak hadiah berisi uang, perhiasan, dan barang berharga—ke rumah mempelai wanita sebagai tanda komitmen. Kini, tradisi tersebut mulai bergeser. Pasangan modern sering menggantinya dengan pertukaran hadiah mewah, seperti barang bermerek atau perhiasan, yang mewakili penyatuan dua keluarga secara simbolis.

3. Warna Simbolik: Keseimbangan Kosmik

Warna pakaian pengantin tidak sembarangan. Merah untuk pengantin wanita dan biru untuk pria melambangkan keseimbangan eum-yang (yin dan yang). Upacara tradisional biasanya dilangsungkan saat senja—waktu yang mencerminkan transisi dan harmoni antara terang dan gelap. Bahkan ibu kedua mempelai memakai warna yang mencerminkan posisi mereka dalam keluarga: hangat untuk ibu mempelai wanita, dan dingin untuk ibu mempelai pria.

4. Parade Prosesi dan Lilin Simbolik

Upacara diawali dengan prosesi musik tradisional. Ibu kedua mempelai berjalan masuk sambil membawa lilin—merah dan biru—yang kemudian dinyalakan bersama, melambangkan bersatunya dua keluarga. Dalam versi modern, prosesi ini dipimpin oleh MC yang menjelaskan makna tiap tahapan kepada tamu undangan.

5. Meja Upacara Penuh Makna

Meja pernikahan tradisional Korea dihiasi dengan berbagai simbol, seperti bebek kayu Mandarin, bambu, buah pinus, kurma, dan kastanye. Benda-benda ini melambangkan kemurnian, kesuburan, dan kesetiaan. Pasangan juga mencuci tangan mereka dengan air di mangkuk tembaga sebagai simbol penyucian diri sebelum memulai kehidupan baru.

6. Jeonanrye: Persembahan Angsa

Dalam tradisi jeonanrye, mempelai pria menyerahkan angsa liar kepada ibu mertuanya sebagai janji kesetiaan. Karena sulitnya mendapatkan angsa liar, simbol ini kini digantikan dengan bebek kayu—hewan yang juga dikenal setia seumur hidup kepada pasangannya.

7. Upacara Pembungkukan dan Penyatuan

Kedua mempelai akan membungkuk satu sama lain dalam pola khusus, yang menandakan rasa hormat dan niat baik. Setelah itu, mereka duduk dan meminum anggur dari cawan tembaga atau cawan labu yang dihubungkan oleh benang merah—simbol bahwa mereka kini telah bersatu sebagai satu jiwa dan tubuh.

8. Paebaek: Restu dari Keluarga

Paebaek adalah salah satu momen terpenting. Dulu hanya dihadiri keluarga mempelai pria, namun kini melibatkan kedua belah pihak. Pasangan membungkuk kepada orang tua, menyajikan teh, dan menerima nasihat serta amplop berisi restu. Salah satu bagian paling menarik adalah ketika orang tua melemparkan kurma dan kastanye ke arah pasangan, yang menangkapnya dengan kain putih. Jumlah buah yang ditangkap melambangkan jumlah anak yang diharapkan.

9. Sajian Paebaek: Antara Simbol dan Visual

Makanan di meja paebaek sering kali hanya replika dari plastik untuk keperluan estetika dan dokumentasi. Secara tradisional, hanya tiga jenis makanan disajikan: menara kurma dan kastanye, dendeng sapi, dan delapan makanan pembuka (anju). Kini, pasangan berkreasi dengan memperbanyak variasi agar meja terlihat lebih mewah dan fotogenik.

10. Makan Bersama Setelah Upacara

Setelah rangkaian adat selesai, para tamu diajak menikmati jamuan makan. Konsepnya bisa berupa buffet ala Barat atau tetap mempertahankan sajian Korea. Hidangan khas seperti Galbi, Japchae, Haemul Pajeon, dan Samgyetang menjadi bagian dari perpaduan budaya yang disajikan dengan elegan dan modern.

Adat pernikahan Korea bukan sekadar prosesi formal, melainkan cermin nilai-nilai luhur seperti cinta, kesetiaan, dan penghormatan kepada keluarga. Meski zaman berubah, makna di balik setiap upacara tetap relevan—dan justru semakin diapresiasi oleh generasi muda yang ingin merayakan cinta dengan sentuhan budaya leluhur.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Wedding Terbaru