Loading
MASYARAKAT Jepang masih percaya dengan Kalender Jepang yang menerangkan hari baik dan hari buruk untuk pernikahan. Ketika musim semi dan musim gugur tiba, maka perhelatan pernikahan pun digelar di seantero negeri Sakura itu.
Selain itu, umumnya bulan yang biasa dipilih adalah Juni. Uniknya, masyarakat Jepang pun melangsungkan pernikahan dengan cara Kristen di gereja dan dinikahkan oleh Pastor atau Pendeta meski tidak beragama Kristen. Koq bisa?
Upacara pernikahan merupakan peristiwa terpenting di dalam sejarah kehidupan orang Jepang. Meskipun Jepang dikenal sebagai negeri berteknologi canggih dengan masyarakat yang sangat modern, orang Jepang tetap mempunyai kesadaran untuk berkeluarga serta taat pada adat istiadat warisan leluhur.
Saat ini di Jepang, terdapat dua tata cara pernikahan yaitu, tata cara pernikahan modern yang dilangsungkan di gereja dengan sistem agama Kristen dan tata cara pernikahan tradisional yang dilangsungkan di kuil dengan sistem Budha atau Shinto.
Masyarakat Jepang sendiri saat ini lebih tertarik pada upacara pernikahan dengan cara modern, yaitu menikah dengan cara agama Kristen di gereja meski keduanya tidak beragama Kristen, dan yang menikahkan keduanya tetap Pastor atau Pendeta. Banyak di antara mereka yang tertarik dengan tata cara ini karena ingin memakai gaun pengantin berwarna putih yang indah serta disaksikan oleh keluarga, teman dan kerabat dekat.
Pernikahan modern Jepang biasanya dilangsungkan di gereja dengan sistem agama Kristen meski keduanya tidak beragama kristen. Pernikahan ini juga tetap dipimpin seorang pendeta. Dalam pernikahan modern, pasangan pengantin biasanya selain mengenakan gaun pengantin putih, juga dilakukan upacara pemotongan kue, pertukaran cincin bulan madu dan prosesi pernikahan Barat lainnya. Selain itu masyarakat Jepang juga diijinkan memilih gaya upacara mereka seperti gaya Budha, dan non-agama.
Sementara pernikahan tradisional Jepang, biasanya dilangsungkan di Kuil dengan Sistem Budha atau lebih dikenal dengan Pernikahan Shinto. Dalam adat ini, pasangan pengantin memakai pakaian tradisional Kimono. Pengantin perempuan memakai kimono tradisional pernikahan, shiromuku (kimono putih), sedang pengantin laki-laki memakai montsuki haori hakama. Pernikahan gaya Shinto dipimpin Pendeta dengan hanya diikuti anggota keluarga dan kerabat dekat.
Upacara Shinto dimulai dengan perkenalan pihak perempuan dan laki-laki. Setelah itu makan bersama dan menyaksikan penampilan anggota keluarga lain yang bernyanyi, berpidato dan lain-lain. Selama perayaan, pengantin biasanya berganti-ganti busana. Di akhir acara, pengantin akan berpidato dan mengucapkan terima kasih.
Di Jepang, upacara agama Shinto merupakan hal yang standar dan diatur oleh keputusan Kaisar. Namun jika pasangan pengantin menerapkan kombinasi adat Jepang dan Amerika, mereka akan lebih memilih upacara agama Budha. Tak jarang, pasangan pengantin melakukan dua macam upacara, yakni satu adat Timur dan satu adat barat.Intisari dari upacara pernikahan adat Jepang adalah san-san-kudo atau tradisi berbagi minum sake. Saat pengantin pria dan wanita minum sake dari cawan, mereka juga mengucapkan ikrar perkawinannya. (dalam upacara versi Barat atau versi agama Budha, mata acara minum sake dilakukan saat resepsi pernikahan).
Agama Shinto juga memuja kami, yakni roh-roh yang mendiami seluruh bumi. Setiap desa dan tanaman pangan memiliki kami sendiri-sendiri, dan setiap roh leluhur menjadi kami. Jadi, inti dari upacara pernikahan Shinto adalah pemujaan roh-roh ini. Kedua mempelai duduk menghadap tempat pemujaan Shinto. Pendeta yang memimpin perayaan memulai upacar dengan sebuah doa. Setelah itu, ia mempersembahkan sesaji makanan atau minuman kepada kami. Pendeta melaksanakan ritual penyucian semua orang yang hadir dengan mengibas-ngibaskan setangkai cabang yang bernama harai-gushi. Sambil melantunkan pujian kepada para dewa, sang pendeta memberkati kedua mempelai.
San-San-KudoMata acara San-San-Kudo, atau berbagi minum sake merupakan inti acara dan merupakan saat pengucapan ikrar perkawinan. Kedua mempelai duduk diam dan tenang (bangsa Jepang percaya bahwa ketenangan adalah keindahan). Meminum sake sama dengan mengharapkan panjang umur. Tiga cawan ditumpuk. Biasanya pengantin pria memulai dengan meminum tiga tegukan dari setiap cawan, lalu pengantin wanita melakukan hal yang sama.
Kemudian mereka menyuguhkan sake kepada anggota keluarga lainnya, dengan urutan demikian: ayah pengantin pria, lalu ibunya, kemudian ayah pengantin wanita dan ibunya. Jika dalam pernikahan mereka, ada peran seorang perantara atau mak comblang, maka orang tersebut mendapat giliran minum berikutnya. Setelah itu, barulah dilanjutkan oleh para tamu undangan lainnya. Jika pasangan mempelai merencanakan mata acara tukar cincin, hal itu bisa dilaksanakan bersamaan dengan san-san-kudo.
Mengucapan ikrar perkawinan dilakukan oleh mempelai pria, dan mempelai wanita hanya menyebutkan namanya saat diperlukan dalam pengucapan ikrar oleh mempelai pria. (naskah ikrar yang memuat janji kasih dan kepercayaan biasanya ditulis oleh para pendeta pengurus rumah ibadah dimana upacara pernikahan berlangsung)
Ketika Anda menerima undangan pernikahan, jangan lupa mengembalikan kartu undangan itu. Ini dimaksudkan agar si pengundang tahu Andak bisa datang atau tidak. Anda pun diharapkan mencontreng kata datang bila hadir, atau sebaliknya.
Sementara menghadiri resepsi pernikahan Jepang jangan lupa membawa uang tunai sebagai hadiah. Jumlahnya tergantung dari kedekatan Anda dengan yang menikah serta daerahnya. Kadang jumlah uang angpao sudah tertera di undangan. Rata-rata jika untuk pernikahan seorang teman nilanya sebesar 30000 yen. Uang tersebut dimasukkan ke dalam amplop khusus yang disebut Shugi-buruko, yang bagian depannya ditulisi nama Anda.
Busana pernikahan, untuk dress code Pernikahan Jepang, tamu perempuan biasanya memakai kimono dan tamu pria mengenakan busana hitam formal. Selanjutnya, begitu Anda tiba di tempat pesta maka Anda pun harus menyerahkan amplop uang tersebut ke penerima tamu lalu kemudian mengisi buku tamu.
Sedangkan soal makanan, orang Jepang menghargai simbolisme untuk melestarikan orang Jepang, yang menghargai simbolisme untuk melestarikan kerohanian, mengembangkan simbolisme ke dalam seni penyelenggaraan pesta pernikahan.
Misalnya, simbolisme keseimbangan antara merah dan putih yang diwujudkan dalam bentuk sajian nasi merah atau ikan tuna merah ikan brim putih. Hidangan-hidangan yang disajikanpun mempunyai nama yang berhubungan dengan harapan-harapan positif, misalnya ikan tay disajikan, karena karti lain kata tay adalah “mujur”.
Kerang juga merupakan makanan favorit karena kedua kulitnya yang saling mengatup menandakan persatuan yang harmonis. Buah Persik Jepang warna ungu disajikan karena ungu adalah warna cinta. Plums are purple, the color of love, and they’re traditionally served at all festivals. Telur ikan Roe bisa meramalkan jumlah anak. Lobster juga merupakan sajian favorit karena mahluk laut ini berwarna merah dan juga merupakan simbol doa khusuk dan umur panjang.
Kue pengantin disajikan dalam resepsi-resepsi Jepang ala Barat. Dalam respsi semacam ini ditambahkan acara pemotongan kue manis besar yang berisi selai kacang yang disebut komochi manjyu. Di dalam kue besar ini terdapat kue-kue serupa dalam ukuran kecil, dalam 5 macam warna, yang melambangkan anak-anak yang dinantikan oleh pasangan pengantin baru.
Terakhir, untuk urusan hiburan, banyak pasangan pengantin baru menyukai hiburan tradisional seperti samisen, yakni sebuah alat musik petik, kendang Jepang dan tari od-dio. Duh, uniknya!
Hikidemono, Perlambang Kemakmuran
Souvenir pernikahan di Jepang disebut Hikidemono. Souvenir ini dimasukkan di dalam tas untuk dibawa pulang tamu undangan. Souvenir pernikahan ini biasanya berupa Sujeo. Sujeo merupakan salah satu set alat makan dalam tradisi yang berupa sumpit dan sendok. Souvenir ini dipandang sebagai alat terpenting dan sekaligus lambang kehidupan yang makmur.
Sujeo adalah kata dalam bahasa Korea untuk menyebut peralatan makan mereka. Kata ini merupakan singkatan dari dua kata Sudgarak yang artinya Sedok dan Jeotgarak yang artinya sumpit. Keduanya dapat digunakan dalam waktu yang bersamaan, mengangkat makanan dengan sendok dan memakannya dengan menggunakan sumpit. Tetapi jangan memegang sendok dan sumpit secara bersamaan pada waktu makan.
Sumpit dapat diletakkan di di meja tetapi, jangan pernah meletakkannya di dalam mangkok dalam keadaan tegak, seperti yang biasa saya lakukan, ternyata menurut etika makan Korea itu salah, terlebih lagi kalo diletakkan di dalam mangkok yang berisi nasi, yang menurut mereka adalah "bad luck". Apabila sumpit tidak dipakai bisa diletakkan dengan posisi tiduran di atas mangkok nasi atau sup. Makanan dimakan dengan cepat dengan porsi yang kecil akan kecil kemungkinan meletakkan peralatan makan tersebut.