Senin, 09 September 2024

‘The Power of Love’ Vs Protokol Kesehatan COVID-19


 ‘The Power of Love’ Vs Protokol Kesehatan COVID-19 Kerumunan massa, ketika kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Kabupaten Sikka tanggal 23 Februari 2021 dalam rangka meresmikan bendungan Napun Gete. (Timex Kupang)

Oleh: Simply da Flores

POLEMIK mulai bermunculan terhadap kerumunan massa, ketika kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Kabupaten Sumba Tengah dan Kabupaten Sikka tanggal 23 Februari 2021 kemarin. Alasan utama adalah karena melanggar protokol kesehatan dalam situasi pandemi COVID-19. Benar ada kerumunan massa, benar ada aturan protokol kesehatan pandemi COVID-19. Namun, ada beberapa catatan konteks peristiwa yang bisa dicermati dan direfleksikan.

Pertama, kunjungan kerja Presiden di dua kabupaten ini, Sumba Tengah dan Sikka, adalah sejarah baru, ini kunjungan pertama kali kepada masyarakat daerah.

Kedua, masyarakat menggunakan masker, karena sudah diingatkan petugas keamanan dan pemerintah daerah. Sudah dilarang menjaga jarak, dan JANGAN MENDEKATI konvoi kendaraan rombongan Presiden. Diulang berkali-kali oleh patroli polisi dan juga pasukan pengaman di setiap titik massa.

Presiden dan rombongan juga tertib menggunakan maskernya, lalu sangat ketat pengamanan.

Ketiga, ketika turun di bandara Waikabubak, masyarakat setempat justru memenuhi jalan dan para petugas tidak bisa membendung. Masyarakat mau menyalami dan melihat sang Pemimpin dari dekat.

Saat di areal Lahan Pangan-Food Estate  Kabupaten Sumba Tengah, cuaca bicara lain. Guyuran hujan lebat menyambut Presiden, Sang Pemimpin melangkah pasti ke tengah hamparan sawah, dan histeris masyarakat menyambangi Sang Pemimpin Kerja Kerja Kerja.

Datang di Kabupaten Sikka sekitar jam 15 WITA, masyarakat sudah menunggu dari pagi. Teriakan histeris menyambut sang pemimpin dari pinggir pantai dekat bandara, di depan bandara, di tikungan jalan Adi Sucipto, sepanjang jalan menuju proyek bendungan Napun Gete, dan tikungan Nangahale. Juga saat perjalanan pulangnya, sambil membagi sembako dan masker, masyarakat tetap tumpah ruah menanti Sang Pemimpin.

Semua diharuskan pakai masker oleh petugas keamanan yang terus berpatroli dan menjaga di setiap titik kumpul massa.

Ini semua artinya petugas dan masyarakat berjuang mematuhi protokol Kesehatan dengan masker, namun jaga jarak agak terabaikan.

'The Power of Love'

Antara keharusan mematuhi protokol kesehatan pandemi COVID-19, dengan fakta ribuan orang mati dan yang terus terpapar, dengan kedatangan Presiden, Sang Pemimpin Kerja, perlu ditelisik dan direfleksikan di luar aturan dan ancaman pandemi. Mengapa masyarakat begitu antusias dan tumpah-ruah berusaha mengerumuni Presiden? Mengapa pengamanan yang begitu ketat pun menjadi tak berdaya dengan kerumunan massa?

Hemat saya, inilah kekuatan cinta - the power of love. Cinta masyarakat kepada Presiden sebagai pemimpin yang sedikit bicara tapi banyak kerja. Pemimpin yang memberi teladan dengan kerja-kerja-kerja, sebagai doa dan bukti kata-kata nya. Kerumunan massa sebagai Ekspresi syukur masyarakat, karena terima kasihnya terhadap hasil kerja yang telah dirasakan sekian tahun; sejak periode pertama Presiden terpilih dan sekarang periode kedua.

Mata rakyat sudah tak sabar melihat langsung Sang Pemimpin, yang telah mempunyai tempat istimewa dalam rasa, data pikiran, hati nurani dan jiwa mereka. Joko Widodo adalah Sang Pemimpin pilihan mereka, yang telah membuktikan janjinya dengan kerja nyata - miskin bicara; termasuk proyek bendungan untuk menjadi Mata Air -penghapus dahaga dan air mata duka derita rakyat.

Kekuatan cinta masyarakat kepada Sang Pemimpin, yang pertama kali menapak di tengah sawah ladang, kampung udik, suka duka kehidupan rakyatnya, di Sumba Tengah dan Sikka, juga di berbagai pelosok negeri ini.

Sebaliknya, semua ungkapan kekuatan cinta rakyat, justru menjadi jawaban terhadap cinta Sang Pemimpin yang telah mengalir dalam miskin bicaranya, kesahajaan pribadi, kegigihan tekad, keikhlasan melayani dengan kerja- kerja-kerja. Kerumunan massa adalah testimoni relasi Sang Pemimpin dan rakyat karena kekuatan cinta. Cinta- saling memberi. Rakyat memberikan suara dan kepercayaan, Sang Pemimpin memberi bukti dengan kerja Bhakti tulusnya.

Ada masyarakat yang mengatakan, "kalau aturan mengijinkan, bagusnya pak Jokowi menjadi presiden tiga periode, agar berbhakti dan kerja lebih banyak untuk kami masyarakat. Kami sudah lihat di televisi dan media sosial, beliau kerja dan turun ke berbagai pelosok negeri untuk kerja. Termasuk kerja nyata di kabupaten kita, membuat lumbung pangan, bendungan dan datang meresmikan.

Melawan pandemi COVID-19 tetap dan terus dilakukan segenap pihak, karena tidak ada yang mau terpapar dan mati. Protokol kesehatan sangat penting untuk pencegahan dan perlindungan terhadap pandemi. Namun, mengapa dorongan itu begitu kuat membuat masyarakat tumpah-ruah mengerumuni Sang Pemimpin ? Jawabannya adalah karena "kekuatan cinta"-the power of love. Cinta lebih kuat dari maut.

Cinta rakyat dan Sang Pemimpin dirayakan di tengah guyuran hujan yang membasahi Padang Savana Sumba, hijau laksana hamparan padi menjanjikan panenan bagi petani.

Cinta rakyat dan Sang Pemimpin berpadu di jalanan, seperti guyuran air hujan dan aliran sekian anak sungai berpadu di Bendungan Napun Gete untuk menjadi sumber air.- Mata Air yang segera hapuskan dahaga dan air mata masyarakat di tanah kering Kabupaten Sikka dan wilayah Flobamora lain yang dibangun bendungan, cek dam dan sumur bor. Air untuk kehidupan manusia.

Kekuatan cinta antara masyarakat dan Sang Pemimpin, mempesona dan menggentarkan, sebuah fakta paradoks. Antara protokol kesehatan pandemi COVID-19 dan kerinduan tulus nurani kemanusiaan. Kerumunan massa itu adalah sebuah perayaan kemenangan atas menyatunya kata dan perbuatan, jiwa dan raga, harapan dan kenyataan.

Inilah sejatinya kerinduan dan damba seluruh anak negeri - pewaris bangsa NKRI selama ini. Perayaan saudara sebangsa dan setanah air, karena patriotisme tulus dan sahaja, relasi kekuatan cinta para pemimpin dan rakyat, yang dirindukan selama ini.

Bukan korupsi, hoaks, pertikaian pejabat di medsos, janji-janji manis tanpa bukti dan sebaran radikalisme dan intoleransi.

Dari rahim Marapu-bumi Sumba-Tanah Pasola, dan di pulau Naga Sawaria, Tana Panacasila tawatana, dalam semboyan Flobamora Lebe Bae,  sudah dinyatakan suara hati nurani rakyat dan sebuah kebenaran. Hujan kekuatan cinta telah tumpah dan mengguyur di Flobamora, ada damba dan rindu untuk kerja nyata, manunggal kata dan perbuatan, menyatu Pemimpin dan rakyat, agar bisa memiliki lumbung pangan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

Inilah obat paling mujarab untuk menyembuhkan pandemi moralitas bangsa, gurita korupsi, hoaks dan radikalisme, serta ancaman kehancuran NKRI selama ini.

 Salam Flobamora, Kitorang Basodara, Satu Indonesia Jaya!!

Simply da Flores, Pemerhati Sosial, Budaya dan HAM, Direktur Harmoni Institut.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Suara Kita Terbaru