Loading
Apa Itu Anak Velcro dan Kapan Orang Tua Perlu Waspada. (Ilustrasi Freepik)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Istilah anak Velcro belakangan ramai digunakan untuk menggambarkan anak yang cenderung terus menempel pada orang tuanya dan kesulitan berpisah, baik secara fisik maupun emosional. Sebutan ini merujuk pada merek perekat Velcro yang dikenal karena daya rekatnya, dan kerap dipakai orang tua untuk menggambarkan perilaku manja yang terasa melelahkan sekaligus menggemaskan.
Perilaku anak Velcro dapat terlihat dalam berbagai situasi sehari-hari, seperti balita yang selalu mengikuti orang tuanya ke mana pun, anak yang ingin terus menyentuh atau berada di dekat orang tua, hingga remaja yang masih mencari kontak fisik atau kehadiran konstan untuk merasa tenang. Fenomena ini sering memunculkan pertanyaan, apakah kondisi tersebut hanya fase perkembangan yang wajar atau justru pertanda keterikatan yang tidak sehat.
Secara psikologis, dilansir The Independent, bayi dan balita memang memiliki keterikatan yang kuat dengan orang tua. Pada tahap ini, anak sangat bergantung pada orang tua untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makan, rasa aman, dan kenyamanan. Kurangnya pemahaman tentang keberadaan objek juga membuat anak merasa cemas saat orang tua tidak terlihat, meskipun hanya pergi sebentar. Namun, penelitian menunjukkan bahwa sifat manja pada masa bayi tidak selalu berkaitan dengan gaya keterikatan anak saat mereka tumbuh lebih besar.
Kecenderungan menjadi anak Velcro justru bisa muncul di berbagai tahap usia akibat perubahan lingkungan atau tekanan emosional. Anak yang sebelumnya mandiri dapat menjadi lebih lengket saat menghadapi pengalaman baru seperti mulai sekolah, pindah rumah, atau adanya perubahan dalam keluarga. Bahkan pada masa remaja, kebutuhan akan kepastian emosional dapat membuat anak kembali mencari kedekatan intens dengan orang tua.
Meski umumnya bersifat sementara, perilaku ketergantungan yang terus-menerus dapat berdampak pada kondisi emosional orang tua. Kurangnya ruang pribadi dalam jangka panjang berpotensi menimbulkan kelelahan, kecemasan, hingga memengaruhi hubungan dalam keluarga. Karena itu, orang tua perlu memahami cara menyikapi kondisi ini dengan sehat.
Para ahli menyarankan agar orang tua mulai menetapkan batasan secara bertahap. Melibatkan pasangan atau pengasuh tepercaya dapat membantu anak berlatih berpisah dengan aman. Mengalihkan perhatian anak melalui aktivitas menyenangkan atau tugas sederhana juga dapat mengurangi kecemasan saat orang tua tidak berada di dekat mereka.
Meski demikian, ada kondisi tertentu ketika perilaku anak Velcro patut diwaspadai. Jika ketergantungan anak sangat intens, sering disertai tantrum berlebihan, penolakan pergi ke sekolah, keluhan fisik seperti sakit perut atau sakit kepala, hingga ketakutan ekstrem akan sesuatu yang buruk menimpa orang tua, hal tersebut bisa menjadi tanda gangguan kecemasan perpisahan. Pada situasi ini, evaluasi dari tenaga profesional diperlukan untuk menentukan diagnosis dan langkah penanganan yang tepat.
Dengan memahami perbedaan antara fase perkembangan normal dan gangguan kecemasan, orang tua dapat lebih tenang dalam menyikapi perilaku anak Velcro. Pendekatan yang sabar, konsisten, dan penuh empati menjadi kunci untuk membantu anak tumbuh mandiri tanpa mengabaikan kebutuhan emosionalnya.