Sabtu, 25 Januari 2025

Tenaga Terampil Indonesia Masih Kurang


  • Kamis, 12 Juli 2018 | 15:24
  • | News
 Tenaga Terampil Indonesia Masih Kurang Pembicara pada diskusi buku biografi berjudul: Romo Casutt SJ: Dalam Senyap Bangun Pendidikan Vokasi Indonesia, di Politeknisk ATMI Cikarang, Jawa Barat, Sabtu (7/7/2018) lalu. (Istimewa)

CIKARANG, ARAHKITA.COM - Lulusan Politeknik Akademi Teknik Mesin Industri (ATMI) Surakarta sudah pasti mendapatkan pekerjaan di perusahaan. Bahkan sebelum lulus pun banyak perusahaan yang memesan lulusan lembaga pendidikan vokasi yang terletak di Solo, Jawa Tengah ini. Namun, hingga memasuki pesta emas pada tahun ini pengaruhnya belum besar untuk dunia industri Indonesia.

Pengakuan ini disampaikan oleh Direktur III Politeknik Surakarta FX Suryadi dalam diskusi buku biografi berjudul "Romo Casutt SJ: Dalam Senyap Bangun Pendidikan Vokasi Indonesia", di Politeknisk ATMI Cikarang, Jawa Barat, Sabtu (7/7/2018) lalu.

Selain Suryadi tampil sebagai pembicara adalah Yovita Arika (wartawan Kompas), Elman Sunarlio (pengusaha dan alumnus ATMI), Henri Paul (Direktur Cikarang Tekno Park), dan A. Bobby Pr (penulis biografi Romo Casutt). Semasa hidupnya Romo Casutt pernah menjabat sebagai direktur ATMI Surakarta (1971-2001) dan ATMI Cikarang (2003-2004).

Dampak yang belum besar ini terjadi karena lulusan ATMI hingga sekarang baru sekitar 3.000 orang. Padahal dunia industri Indonesia membutuhkan banyak sekali tenaga terampil. “Kekurangan ATMI adalah satu orang menangani satu mesin. Maka dengan keterbatasan mesin kami tidak bisa menerima banyak mahasiswa untuk dididik,"ungkapnya.

Meski demikian, sejak kepemimpinan Romo Casutt, ATMI telah memberikan kesempatan kepada setiap lembaga pendidikan vokasi untuk belajar dari ATMI. Bahkan sejak tahun 1970, pemerintah sudah menegaskan bahwa ATMI adalah pendidikan vokasi yang ideal. “Bahkan pejabat pemerintah berulang kali datang ke ATMI untuk mengetahui proses pendidikan di ATMI,”lanjutnya.

Kurangnya Tenaga TerampilSebagai wartawan bidang pendidikan, Yovita mengungkapkan tenaga terampil yang mengisi dunia industri baru sekitar 40 persen. Oleh karena itu lulusan ATMI sangat dicari oleh banyak perusahaan.

Yovita sebelumnya tidak mengetahui mengapa banyak perusahaan mencari alumni ATMI sebagai karyawan. Namun, setelah membaca buku biografi ini dia paham karena Romo Casutt tidak hanya memberikan ketrampilan yang untuk anak didiknya tetapi juga menanamkan nilai-nilai yang dibutuhkan di dunia kerja.

“Sekarang saya tahu ternyata dalam proses pendidikan, Romo Casutt bukan hanya memberikan ketrampilan teknik saja tetapi menanamkan nilai-nilai kedisiplinan, kerja keras, tanggung jawab, inovatif, dan kejujuran. Bahkan kalau kuliah di ATMI sakit tidak diizinkan. Kalau sakit, ya, harus kerja lembur,” ujar Kepala Desk Humaniora di koran Kompas ini.

Oleh karena itu Yovita berharap nilai yang ditanamkan oleh Romo Casutt di ATMI dapat ditularkan ke seluruh lembaga pendidikan vokasi di Indonesia. “Ada baiknya buku ini disampaikan ke masyarakat umum, ditularkan ke luar lingkungan ATMI agar menjadi role model pendidikan vokasi di Indonesia”.

Sosok Romo CasuttRomo Casutt adalah imam Jesuit kelahiran Horgen, Zurich, Swiss pada 24 Januari 1926. Sebelum berkarya di ATMI, setelah bertugas di Indonedia, Romo Casutt berkarya di Seminari Menengah Mertoyudan Magelang (1957-1965), asrama mahasiswa Realino Yogyakarta (1965-1967). Romo Casutt wafat pada Senin, 27 Agustus 2012. Dan dimakamkan di Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah.

Elman sangat bersyukur dengan kehadiran buku biografi Romo Casutt. Bukan karena dia pernah menjadi mahasiswa ATMI tetapi nilai-nilai yang ditanamkan oleh Romo Casutt dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya. “Buku ini sungguh bagus mengungkapkan sosok Romo Casutt. Seolah-olah penulisnya pernah tinggal di Swiss, seminari Mertoyudan, Realino, dan ATMI,” ujar Elman yang pernah mendampingi Romo Casutt pulang kampung ke Swiss.

Pengusaha yang tinggal di Jakarta ini melihat sosok Romo Casutt memiliki dedikasi yang tinggi dalam membangun pendidikan vokasi di Indonesia. Bahkan ketika berusia 74 tahun, Romo Casutt merintis ATMI Cikarang agar semakin banyak tenaga terampil yang dapat mengisi dunia industri Indonesia.

Sependapat dengan Yovita, Elman mengakui bahwa tenaga-tenaga terampil masih sangat terbatas. Oleh karena itu pendidikan vokasi seperti ATMI harus dapat dikembangkan untuk meningkatkan dunia industri di Indonesia. Tugas ini bukan hanya ada di pundak ATMI dan lulusannya tetapi juga pemerintah, dunia industri, dan masyarakat”.

Diskusi buku diadakan dalam rangka menyambut pesta emas lembaga pendidikan vokasi yang dikenal dengan ATMI Solo ini. Cikarang merupakan kota kelima setelah Jakarta, Kediri, Surabaya, dan Bandung. September mendatang acara puncak akan diadakan di Solo. Dari berbagai diskusi ini ATMI akan menyusun buku tentang pendidikan vokasi yang tepat di Indonesia.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

News Terbaru