Rabu, 31 Desember 2025

Kayu Gelondongan di Lokasi Banjir Sumatera, Guru Besar IPB: Ada Jejak Aktivitas Manusia


  • Jumat, 05 Desember 2025 | 12:00
  • | News
 Kayu Gelondongan di Lokasi Banjir Sumatera, Guru Besar IPB: Ada Jejak Aktivitas Manusia Warga berjalan di atas sampah kayu gelondongan pascabanjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Sabtu (29/11/2025). ANTARA FOTO/Yudi Manar/agr/am.

BOGOR, ARAHKITA.COM – Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo, MAgr, menegaskan bahwa temuan tumpukan kayu gelondongan di area banjir bandang dan longsor di Sumatera bukan semata-mata fenomena alam. Ia menyebut ada indikasi kuat keterlibatan aktivitas manusia yang menyebabkan rusaknya vegetasi hutan.

Dalam keterangan resmi yang diterima dari IPB University, Jumat (5/12/2025), Prof Bambang—yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Studi Bencana—menjelaskan bahwa pola kayu gelondongan tersebut serupa dengan kasus lama yang pernah ia tangani di kawasan lindung Sumatra Utara.

Menurutnya, hutan yang sehat sebenarnya memiliki sistem pertahanan alami. Tajuk pohon yang rapat dan bertingkat berfungsi memecah curah hujan sebelum mencapai tanah. “Air itu tidak langsung jatuh ke permukaan. Ia tertahan di tajuk, terpecah, lalu sebagian mengalir melalui batang pohon,” ujarnya.

Selain tajuk, tumbuhan bawah dan serasah juga memegang peran penting dalam menyerap air dan menjaga kestabilan tanah. Lapisan vegetasi yang lengkap—dari tajuk atas hingga bawah—menjadi penyangga alami yang membuat hutan tetap stabil. “Tuhan menciptakan itu semua untuk kebaikan manusia dan lingkungannya,” tambahnya.

Prof Bambang menegaskan bahwa tumbangnya satu atau dua pohon adalah bagian dari proses alam dan tidak mengancam ekosistem hutan. Pohon tua yang tumbang pun akan segera digantikan oleh regenerasi baru karena sistem perakaran hutan yang tetap kuat.

Masalah mulai muncul saat pembalakan liar memasuki kawasan hutan. Aktivitas tersebut membuka celah pada struktur vegetasi, merusak kerapatan tajuk, dan menghilangkan kemampuan hutan memecah air hujan. “Ketika pembalakan liar masuk, celah antar-tajuk semakin terbuka,” kata Prof Bambang dikutip Antara.

Akibatnya, air hujan langsung menghantam permukaan tanah tanpa proses penyaringan alami sehingga mempercepat erosi dan meningkatkan risiko longsor. Menurutnya, keberadaan kayu-kayu besar di lokasi bencana merupakan bukti kerusakan vegetasi akibat ulah manusia, bukan sekadar kayu lapuk yang terbawa arus.

“Kayu gelondongan yang muncul pasca-bencana adalah konsekuensi dari rusaknya lapisan vegetasi akibat aktivitas manusia,” tegasnya.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

News Terbaru