Loading
Koalisi Masyarakat Sipil menolak rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. (Foto: Istimewa)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menegaskan penolakan terhadap rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Soeharto. Mereka menilai langkah tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap semangat reformasi 1998 dan upaya bangsa Indonesia membangun pemerintahan yang demokratis serta menghormati hak asasi manusia (HAM).
Koalisi menyoroti pernyataan Menteri Kebudayaan RI, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, bahwa seluruh tokoh yang diusulkan Kementerian Sosial—termasuk Soeharto—telah memenuhi kriteria penerima gelar.
Menurut Koalisi, pandangan tersebut mengabaikan rekam jejak kelam rezim Orde Baru, yang diwarnai praktik pelanggaran HAM berat, korupsi, dan tindakan represif terhadap masyarakat.
“Pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto adalah langkah mundur bagi demokrasi. Selama 32 tahun pemerintahannya, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme menjadi budaya yang diwariskan hingga kini,” tegas perwakilan Koalisi dalam keterangan resmi, Rabu (29/10/2025).
Warisan Korupsi dan Pelanggaran HAM
Koalisi juga mengingatkan bahwa Soeharto terlibat dalam berbagai dugaan pelanggaran hukum dan penyalahgunaan kekuasaan. Salah satunya berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 140 PK/Pdt/2005, yang menyatakan Yayasan Supersemar milik Soeharto melakukan perbuatan melawan hukum dan diwajibkan mengembalikan dana senilai lebih dari Rp 4,4 triliun kepada pemerintah.
Dana tersebut diketahui mengalir ke sejumlah yayasan dan perusahaan yang terafiliasi dengan keluarga serta kroni Soeharto.
“Alih-alih menegakkan akuntabilitas dan membuka kebenaran sejarah, pemerintah justru memberikan gelar pahlawan kepada tokoh yang mewariskan praktik korupsi dan impunitas terhadap pelanggaran HAM berat masa lalu,” lanjut pernyataan tersebut.
Seruan untuk Menjaga Nilai Reformasi
Koalisi Masyarakat Sipil menegaskan bahwa langkah pemerintah ini mengabaikan penderitaan para korban pelanggaran HAM dan semangat perubahan yang menjadi dasar Reformasi 1998.
“Menjadikan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional berarti mengingkari perjuangan rakyat Indonesia yang menuntut keadilan, kemanusiaan, dan pemerintahan yang bersih,” kata Koalisi.
Adapun lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil meliputi Imparsial, DeJure, HRWG, Raksha Initiative, Koalisi Perempuan Indonesia, LBH Apik, Centra Initiative, dan PBHI.