Minggu, 21 September 2025

Noel Jadi Alarm Bahaya bagi Pemerintahan Prabowo dalam Perang Melawan Korupsi


  • Sabtu, 23 Agustus 2025 | 23:00
  • | News
  Noel Jadi Alarm Bahaya bagi Pemerintahan Prabowo dalam Perang Melawan Korupsi Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin. (Foto: Istimewa)

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Penangkapan Emmanuel Ebenezer atau Noel, aktivis 98 yang juga menjabat sebagai Wakil Menteri, dinilai menjadi sinyal serius bagi Presiden Prabowo Subianto dalam agenda pemberantasan korupsi serta pelaksanaan program strategis pemerintah.

Menurut ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, kasus ini muncul di tengah gencarnya Presiden menegaskan komitmen antikorupsi. “Dalam berbagai kesempatan, Presiden selalu mengingatkan jajarannya untuk menjauhi praktik koruptif. Bahkan, ia berjanji akan mengejar koruptor sampai ke Antartika,” kata Wijayanto.

Namun, ia menilai kenyataan berbicara sebaliknya. Noel yang seharusnya melindungi kepentingan publik justru diduga melakukan pemerasan dengan menaikkan tarif sertifikat K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dari Rp275 ribu menjadi Rp6 juta per sertifikat. “Alih-alih memperbaiki birokrasi, Noel malah melestarikan praktik lama dan bahkan meminta bagian dari aliran dana. Ironisnya, praktik itu melibatkan ASN hingga pejabat eselon II, dan terjadi sejak awal masa jabatannya,” jelasnya.

Korupsi Sistemik Jadi Ancaman

Kasus Noel, lanjut Wijayanto, bukanlah peristiwa tunggal. Di saat bersamaan, Kementerian Agama sedang disorot terkait kuota haji, sementara Kementerian Komunikasi dan Digital diperiksa karena kasus perlindungan judi online. “Kesan yang muncul, pemerintah kita menjelma menjadi ‘Pemerintahan Wani Piro’: nilai diganti dengan uang, semua serba transaksional,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi ini bisa berdampak besar pada kepemimpinan Prabowo, yang dikenal dengan program ambisius dan berbiaya tinggi. Beberapa di antaranya seperti Program Makan Bergizi Gratis dengan anggaran Rp335 triliun per tahun, Program Kopdes Merah Putih, hingga pembangunan tiga juta rumah. “Bagaimana jika korupsi sistemik menggerogoti program-program tersebut? Bagaimana jika masyarakat gagal membayar cicilan KPR bersubsidi? Apakah perbankan kita siap menghadapi potensi tsunami kredit macet?” ujarnya penuh tanya.

Wijayanto memperingatkan, risiko itu mungkin tidak langsung terasa, melainkan baru muncul pada 2027–2028, saat kondisi ekonomi belum tentu membaik dan Indonesia memasuki tahun politik.

Perlu Bersih-Bersih dari Dalam

Ia menekankan, pemerintah harus menyesuaikan program dengan kapasitas fiskal dan kemampuan birokrasi agar tidak kewalahan. “Ada ribuan bahkan puluhan ribu ‘Noel’ di negeri ini. Mereka punya daya rusak tinggi. Program yang baik dan mahal bisa berubah murahan jika dijalankan dengan mental korup,” katanya.

Wijayanto menutup dengan peringatan keras. “Tidak perlu mengejar koruptor sampai ke Antartika, karena kebanyakan justru ada di sekitar kita. Presiden Prabowo perlu melakukan bersih-bersih sejak dini. Penangkapan Noel harus dimaknai sebagai alarm bahaya yang wajib segera direspons agar bangsa ini tidak terjerumus,” tegasnya.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

News Terbaru