Selasa, 30 Desember 2025

Ketua Komisi XIII DPR: Pemutaran Musik di Acara Sosial tidak Harus Bayar Royalti


  • Kamis, 14 Agustus 2025 | 14:30
  • | News
 Ketua Komisi XIII DPR: Pemutaran Musik di Acara Sosial tidak Harus Bayar Royalti Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya. (Antaranews)

JAKARTA, ARAHKITA.COM - Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, menyatakan bahwa pemutaran lagu berlisensi dalam kegiatan sosial seperti pernikahan, hiburan warga, dan olahraga komunitas tidak seharusnya dikenakan kewajiban membayar royalti. Menurutnya, kegiatan tersebut bersifat nonkomersial dan tidak patut dipaksakan tunduk pada aturan komersialisasi.

Willy menegaskan bahwa hak cipta perlu dihormati, namun penerapan aturan harus memperhatikan konteks sosial. Ia menolak pendekatan yang menganggap semua pemutaran musik sebagai aktivitas yang mendatangkan keuntungan ekonomi.

Ia juga menyoroti dampak sosial dan hukum yang muncul akibat ketidakjelasan aturan royalti di masyarakat. Banyak pelaku usaha kecil, termasuk restoran dan kafe berskala UMKM, merasa khawatir karena diisukan harus membayar royalti bahkan untuk suara alam seperti kicauan burung.

 

"Ini tidak perlu lah ditakut-takuti dengan ancaman membayar royalti karena kegiatan demikian tidak ada sifat komersil di dalamnya," kata Willy dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Dia pun menilai polemik tentang hak royalti di tengah masyarakat sudah bergulir begitu jauh dan sudah memunculkan berbagai dampak sosial dan hukum yang tidak sederhana.

"Restoran berskala kecil, kafe, dan UMKM lainnya merasa khawatir mengingat mereka juga disebut akan dikenakan royalti saat memutar musik, bahkan saat mereka memilih memutar suara alam seperti kicauan burung pun kena royalti," katanya.

Dia memandang ada kesan saling serang antara pengguna yang belum sadar aturan dan pemilik yang terkesan mencari-cari celah untuk memanfaatkan situasi.

Pasalnya, kata dia, karakter bangsa Indonesia adalah bangsa yang hidup bersama dalam keragaman.

"Tampilan yang demikian ini bukan tampilan khas kultur Indonesia yang gotong royong dan musyawarah," ujarnya.

Untuk itu, dia mengingatkan bahwa pendiri bangsa ini tentu tidak menginginkan anak cucunya ‘saling tikam’ dalam kebebasan komersialisasi hak (milik) pribadi.

"Coba liat UU Pokok Agraria tahun 1960, itu bisa jadi contoh baik pengaturan fungsi sosial-kepentingan umum tanah dan fungsi tanah sebagai fungsi kapital perorangan," tuturnya dikutip Antara.

Dengan banyaknya bola liar seperti ini, Willy pun sepakat adanya pengaturan yang jelas dan tegas terkait masalah royalti dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang akan dibahas oleh Komisi X DPR RI.

"Saya setuju bahwa perlu ada pengaturan yang tegas dan jelas dari royalti di dalam perubahan UU Hak Cipta ke depan. Hal ini memang menjadi salah satu yang diwacanakan akan dibahas oleh Komisi X DPR," katanya.

Dia menekankan pula satu hal penting yang perlu ditegaskan dalam perubahan UU Hak Cipta ialah mendudukkan kembali falsafah berbangsa yang sudah disepakati bersama, yaitu Pancasila.

"Pancasila kita menginginkan perlindungan hak pribadi di dalam hubungan sosialnya tidak seperti liberalisasi bellum omnium contra omnes, tidak mau ‘Exploitation De L‘Homme Par L‘Homme’," ujarnya.

Dia lantas berkata, "Saya yakin teman-teman di komisi terkait akan bijak menaruh kepentingan bangsa di dalamnya."

Editor : Lintang Rowe

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

News Terbaru