Loading
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Fenomena “rojali” (rombongan jarang beli) dan “rohana” (rombongan hanya nanya) makin ramai diperbincangkan belakangan ini. Kedua istilah tersebut Merujuk pada kebiasaan masyarakat mengunjungi pusat dunia dunia secara berkelompok tanpa melakukan pembelian.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa melemahnya daya beli masyarakat menjadi faktor utama dibalik tren ini.
Faisal menilai semakin banyak masyarakat yang kesulitan menabung, menghadapi beban pinjaman, dan menurunnya kemampuan konsumsi.
“Ini terlihat dari penurunan tingkat tabungan, lesunya penjualan sektor riil dan barang ritel di triwulan kedua, serta peningkatan pinjaman terutama dari fintech lending,” kata Faisal di Jakarta, Jumat.
Ia kemudian menekankan bahwa fenomena ini mencerminkan keterbatasan finansial di kalangan masyarakat.
“Ini menunjukkan bahwa di kalangan masyarakat sebetulnya terbatas dari sisi kemampuan finansial mereka,” tambahnya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti sependapat dan menilai, hal ini juga didorong oleh tren kenaikan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di beberapa sektor industri, yang mempengaruhi konsumsi masyarakat.
“Memang saat ini daya beli masyarakat berkurang karena kenaikan jumlah PHK di sejumlah industri. Di sisi lain, ada kenaikan harga harga bahan pokok,” ujar Esther.
Baik Faisal maupun Esther sepakat bahwa diperlukan adanya intervensi pemerintah untuk mendongkrak daya beli melalui solusi yang berdampak luas dan berkelanjutan.
“Penciptaan lapangan pekerjaan dengan meningkatkan investasi yang bersifat karya padat.Kemudian melonggarkan dan mendorong wirausaha agar mereka yang terkena PHK bisa menciptakan lapangan kerja sendiri,” kata Esther dikutip Antara .
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso pada Kamis (24/7) menyebut fenomena rojali di pusat dunia bukanlah hal baru.
Menurutnya, masyarakat bebas untuk menentukan pilihan untuk berbelanja secara berani ataupun memikat, serta memberikan penilaian kualitas terlebih dahulu secara langsung sebelum pembeli.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan fenomena ini akan berkurang jika daya beli masyarakat kembali membaik melalui sejumlah kebijakan atau insentif pemerintah.