Rabu, 31 Desember 2025

Kemenag Siapkan Regulasi Khusus Tata Kelola Rumah Doa untuk Cegah Konflik


  • Rabu, 02 Juli 2025 | 13:00
  • | News
 Kemenag Siapkan Regulasi Khusus Tata Kelola Rumah Doa untuk Cegah Konflik Kepala PKUB)Kemenag Muhammad Adib Abdushomad. (Antaranews)

JAKARTA, ARAHKITA.COM - Kementerian Agama (Kemenag) tengah menyusun regulasi khusus yang mengatur keberadaan dan tata kelola rumah doa.

Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kemenag, Muhammad Adib Abdushomad, menyatakan bahwa rumah doa selama ini sering digunakan sebagai ruang ibadah namun belum memiliki dasar hukum yang tegas.

"Regulasi ini bertujuan memberikan payung hukum yang jelas agar insiden seperti perusakan rumah doa di Sukabumi, Jawa Barat, tidak terulang kembali," katanya.

Peristiwa perusakan yang terjadi pada 27 Juni 2025 tersebut melibatkan rumah tinggal yang digunakan sebagai tempat ibadah komunitas tertentu.

Kemenag melihat pentingnya penerbitan aturan baru karena Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 belum mengatur secara eksplisit rumah doa yang bersifat privat atau digunakan secara terbatas, berbeda dengan masjid, gereja, pura, vihara, dan klenteng yang sudah diatur.

Adib mengatakkan, istilah “rumah doa” banyak digunakan dalam masyarakat, terutama oleh kelompok denominasi tertentu dalam umat Kristen seperti Gereja Pentakostal dan Injili. Namun, istilah ini kurang dikenal di kalangan Katolik maupun denominasi Kristen lain seperti Lutheran dan Calvinis. Kondisi ini berpotensi menimbulkan gesekan jika tidak segera ada kepastian hukum.

"Ini menimbulkan dilema, di satu sisi merupakan ekspresi keagamaan yang dijamin oleh konstitusi, namun di sisi lain karena wilayah internum beribadah tersebut ekpresinya bersinggungan dan berdampak di ruang publik," kata dia.

Maka dari itu, kata Adib, harus ada kearifan dalam pelaksanaannya dan jenis rumah doa belum memiliki prosedur formal yang bisa dijadikan acuan.

Menurutnya, PKUB Kemenag telah melakukan dua kali Focus Group Discussion (FGD) bersama para pemangku kepentingan lintas agama, termasuk dari unsur MUI, PGI, KWI, PHDI, PERMABUDHI, dan MATAKIN, untuk mendalami istilah rumah doa.

Hasil FGD mengonfirmasi istilah tersebut tidak seragam penggunaannya dan banyak digunakan oleh Gereja-Gereja Pentakostal dan Injili. Istilah itu jarang digunakan pada masyarakat Katolik dan denomisasi Kristen seperti Lutheran dan Calvinis.

"Karena itulah kami sedang menyusun kerangka regulasi khusus rumah doa, agar keberadaannya mendapat perlindungan hukum, sekaligus tidak menimbulkan salah paham di tengah masyarakat," ucapnya.

Adib menilai insiden di Sukabumi menunjukkan urgensi regulasi ini. Berdasarkan laporan kronologis, rumah tinggal yang sebelumnya berfungsi sebagai tempat produksi jagung dan peternakan ayam tersebut sejak April 2025 mulai digunakan untuk ibadah.

Meskipun Ketua RT dan masyarakat sempat menyampaikan keberatan secara persuasif, kegiatan keagamaan tetap dilaksanakan, termasuk kedatangan rombongan besar dengan berbagai moda transportasi yang tentu mengganggu ruang publik.

Ketegangan meningkat dan berujung pada aksi perusakan oleh massa pada 27 Juni 2025 siang.

"Kami menyesalkan terjadinya kekerasan dalam bentuk apa pun atas nama keberatan keagamaan. Regulasi ini justru disiapkan agar setiap persoalan bisa diselesaikan dalam koridor hukum dan dialog, bukan reaksi spontan yang merusak kerukunan," katanya dikutip Antara.

Aturan tentang rumah doa yang sedang digodok akan mengatur beberapa hal mendasar, termasuk definisi, klasifikasi, prosedur pelaporan, mekanisme mediasi, serta hubungan rumah doa dengan lingkungan sekitar.

"Diharapkan regulasi ini bisa menjadi solusi di tengah dinamika masyarakat yang semakin majemuk secara keagamaan," tutur Adib.

Editor : Lintang Rowe

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

News Terbaru