Loading
Menteri Agama Nasaruddin Umar membuka Review and Design on Islamic Education Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Tahun 2025 di Jakarta. (Kemenag)
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan pentingnya penerapan Kurikulum Berbasis Cinta sebagai fondasi utama pendidikan Islam di Indonesia. Menurutnya, kurikulum bukan sekadar panduan akademik, melainkan alat strategis yang menentukan wajah peradaban di masa mendatang.
“Umat seperti apa yang akan lahir di masa depan sangat ditentukan oleh kurikulum yang kita rancang hari ini,” ujar Nasaruddin Umar dalam kegiatan Review and Design on Islamic Education Direktorat Jenderal Pendidikan Islam 2025 di Jakarta, Selasa (30/12/2025).
Menag menjelaskan, pendidikan Islam ke depan perlu mengalami lima transformasi mendasar agar mampu menjawab tantangan zaman sekaligus tetap berakar pada nilai keislaman yang rahmatan lil alamin.
Transformasi pertama adalah pergeseran dari pendekatan teologi yang kaku dan konfrontatif menuju teologi yang lebih merawat, menenangkan, dan penuh kasih sayang. Menurutnya, pendidikan harus menjadi ruang tumbuhnya empati, bukan sekadar doktrin.
Kedua, perubahan orientasi dari penekanan formalitas hukum menuju pemaknaan nilai dan substansi ajaran agama. Menag menilai keberagamaan yang hanya menonjolkan simbol berisiko kehilangan dimensi cinta dan kepedulian sosial.
Ketiga, pendidikan Islam perlu bergerak dari paradigma antroposentris ke ekoteologi, yakni kesadaran bahwa manusia hidup berdampingan dengan alam dan memiliki tanggung jawab untuk menjaganya.
Keempat, pola pikir pendidikan harus bergeser dari pendekatan atomistik menuju holistik, sehingga peserta didik mampu melihat keterkaitan antaraspek kehidupan dan tidak terjebak pada pemahaman yang terfragmentasi.
Transformasi kelima adalah perubahan dari sekadar religiousness menuju religious mindedness, yaitu menjadikan agama sebagai kompas moral yang membebaskan, kreatif, dan mendorong kontribusi nyata bagi peradaban.
“Pendidikan tanpa cinta akan kehilangan ruhnya. Agama seharusnya membebaskan manusia untuk berkreasi dan berkontribusi, bukan justru membatasi,” tegas Menag seperti dikutip dari Antara.
Nasaruddin juga menyinggung praktik pendidikan di sejumlah negara maju, seperti Finlandia, yang membangun relasi setara antara guru, murid, dan orang tua. Pendekatan tersebut, menurutnya, relevan untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam di Indonesia.
Ia menegaskan peran strategis Kementerian Agama dalam merumuskan konsep pendidikan Pancasila yang berakar kuat pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Menag pun menolak pemisahan antara pendidikan agama dan pendidikan umum.
“Pendidikan umum harus memiliki fondasi nilai keagamaan agar tidak melahirkan manusia sekuler, tetapi tetap profesional dan berintegritas,” ujarnya.
Mengakhiri sambutannya, Menag mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk terlibat aktif dalam penyempurnaan kurikulum pendidikan Islam secara konseptual dan kontekstual.
“Kurikulum berbasis cinta adalah proses berkelanjutan untuk melahirkan insan kamil yang beriman, berilmu, dan berkeadaban,” pungkasnya.