Loading
VATIKAN, ARAHKITA.COM - Paus Fransiskus telah mendedikasikan sebagian besar masa kepausannya untuk menyerukan perdamaian. Tahun ini pada hari Minggu Paskah, saat ia menyampaikan pesan dan memberkati Urbi et Orbi - kepada kota dan dunia - tidak terkecuali.
Dari balkon Basilika Santo Petrus, Paus, yang masih dalam tahap pemulihan dari pneumonia bilateral, menyapa khalayak yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus yang dipenuhi bunga tulip. Ia kemudian menyampaikan teksnya untuk dibacakan oleh Uskup Agung Diego Ravelli, Pemimpin Perayaan Liturgi Kepausan, dan kata-kata Paus bergema dengan seruan: "Kristus telah bangkit."
“Kristus, harapanku, telah bangkit,” Paus Fransiskus mengumumkan, sambil menyerukan umat beriman untuk mengalihkan pandangan mereka ke makam yang kosong. Ia berbicara tentang kebangkitan bukan sebagai ide abstrak, tetapi sebagai kekuatan yang hidup — kekuatan yang menantang, menyembuhkan, dan memberdayakan.
“Hari ini juga,” katanya, “dia mengambil alih semua kejahatan yang menindas kita dan mengubahnya.”
“Cinta telah menang atas kebencian, cahaya atas kegelapan, dan kebenaran atas kepalsuan. Pengampunan telah menang atas balas dendam,” katanya. “Kejahatan belum lenyap dari sejarah; kejahatan akan tetap ada sampai akhir, tetapi kejahatan tidak lagi berkuasa; kejahatan tidak lagi berkuasa atas mereka yang menerima rahmat hari ini.”
Namun kata-katanya bukan sekadar pernyataan iman - kata-katanya adalah seruan bagi umat manusia, bagi kemanusiaan. Pandangan Paus, bahkan di saat sukacita ini, tidak beralih dari penderitaan sebagaimana dilaporkan Francesca Merlo untuk Vatican News.
Perdamaian di Tanah Suci dan di Seluruh Timur Tengah
Pertama-tama, ia berbicara tentang Tanah Suci, yang “terluka oleh konflik” dan menjadi rumah bagi “ledakan kekerasan yang tak berkesudahan”. Ia menyampaikan kedekatannya, khususnya, kepada masyarakat Gaza dan komunitas Kristen di daerah kantong tersebut, tempat “konflik yang mengerikan terus menyebabkan kematian dan kehancuran serta menciptakan situasi kemanusiaan yang dramatis dan menyedihkan.”
"Saya mohon sekali lagi," katanya, "untuk segera dilakukan gencatan senjata di Jalur Gaza, pembebasan para sandera... dan akses terhadap bantuan kemanusiaan."Kata-katanya sekali lagi menyerukan kepada masyarakat internasional untuk bertindak dan "memberikan bantuan kepada orang-orang yang kelaparan yang mendambakan masa depan yang damai."
Doa Paus ditujukan kepada komunitas Kristen di Lebanon dan Suriah, “yang saat ini sedang mengalami transisi yang sulit dalam sejarahnya,” dan mendesak seluruh Gereja “untuk senantiasa mendoakan umat Kristen di Timur Tengah yang tercinta.”
Kemudian beralih ke Yaman, “yang mengalami salah satu krisis kemanusiaan paling serius dan berkepanjangan di dunia karena perang,” Paus Fransiskus mengundang semua pihak yang terlibat untuk menemukan solusi “melalui dialog yang konstruktif.”
Untuk Penyembuhan dari Semua Ketidakstabilan Politik
Bagi Ukraina, yang “hancur karena perang,” ia memohon karunia perdamaian dari Kristus yang Bangkit. Semoga semua yang terlibat, katanya, terus berupaya menuju “perdamaian yang adil dan abadi.”
Ia juga berbicara tentang Kaukasus Selatan, tempat ketegangan yang sudah berlangsung lama menuntut rekonsiliasi segera. Secara khusus, ia berdoa agar tercapai kesepakatan damai terakhir antara Armenia dan Azerbaijan, dan agar wilayah tersebut pulih.
Di Balkan Barat, Paus Fransiskus berdoa agar cahaya Paskah mengilhami para pemimpin untuk meredakan ketegangan dan menolak tindakan-tindakan yang mengganggu stabilitas, sebaliknya memilih jalan harmoni, bersama dengan tetangga mereka.
Untuk Pelucutan Senjata di Seluruh Afrika dan Kebebasan Beragama
Seruan pertamanya ditujukan bagi rakyat Republik Demokratik Kongo, kemudian bagi rakyat Sudan dan Sudan Selatan, dan bagi mereka yang terjebak dalam kekerasan di Sahel, Tanduk Afrika, dan wilayah Great Lakes. "Dalam menghadapi kekejaman konflik yang melibatkan warga sipil yang tak berdaya dan menyerang sekolah, rumah sakit, dan pekerja kemanusiaan, kita tidak boleh membiarkan diri kita lupa bahwa yang diserang bukanlah target, tetapi orang-orang, yang masing-masing memiliki jiwa dan martabat manusia".
Ia berdoa, khususnya, bagi orang-orang Kristen yang tidak dapat menjalankan iman mereka dengan bebas di seluruh benua. "Tidak akan ada perdamaian tanpa kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan berekspresi, dan rasa hormat terhadap pandangan orang lain," katanya. Dan tidak akan ada perdamaian, tambahnya, tanpa perlucutan senjata yang sesungguhnya.
Hancurkan Penghalang yang Memisahkan Kita
“Cahaya Paskah mendorong kita untuk meruntuhkan penghalang yang memisahkan kita,” kata Paus Fransiskus. Penghalang ini tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga politik, ekonomi, dan spiritual. Ia meminta negara-negara untuk menggunakan sumber daya mereka bukan untuk persenjataan, tetapi untuk memerangi kelaparan, berinvestasi dalam pembangunan, dan “saling peduli.”
Paus mengimbau semua orang yang memegang posisi tanggung jawab politik di dunia kita untuk tidak menyerah pada logika ketakutan tetapi menggunakan sumber daya kita untuk membantu mereka yang membutuhkan, “untuk memerangi kelaparan dan mendorong inisiatif yang mempromosikan pembangunan.” “Ini,” kata Paus, “adalah 'senjata' perdamaian: senjata yang membangun masa depan, alih-alih menabur benih kematian!”
Harapan bagi rakyat Myanmar
Paus Fransiskus tidak melupakan rakyat Myanmar, yang terus menderita akibat konflik dan, yang terbaru, gempa bumi dahsyat di Sagaing. Ia menyampaikan duka cita yang mendalam bagi ribuan orang yang telah meninggal, bagi anak yatim, dan bagi para lansia yang masih hidup. Namun, ia juga mengingat harapan yang muncul dari tanah yang dilanda pertikaian itu: "Pengumuman gencatan senjata", katanya, "merupakan tanda harapan bagi seluruh Myanmar".
Untuk Pembebasan Tahanan
Pikiran terakhirnya adalah, dalam tahun Yubelium ini, Paskah juga dapat menjadi momen yang tepat untuk pembebasan tawanan perang dan tawanan politik.
"Betapa besarnya keinginan untuk mati, untuk membunuh, yang kita saksikan setiap hari," tegur Paus, sebelum berdoa: "Semoga prinsip kemanusiaan tidak pernah gagal menjadi ciri khas tindakan kita sehari-hari".
Akhirnya, Paus menekankan bahwa Paskah ini, Kristus yang Bangkit "mengisi kita dengan kepastian bahwa kita juga dipanggil untuk ambil bagian dalam kehidupan yang tidak mengenal akhir, ketika benturan senjata dan gemuruh kematian tidak akan terdengar lagi".