Loading
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Paus Fransiskus telah memperingatkan para pemimpin dunia di Davos bahwa kecerdasan buatan menimbulkan kekhawatiran penting tentang masa depan umat manusia dan dapat menyebarkan “krisis kebenaran”.
Fransiskus dilansir The Guardian, mengatakan pemerintah dan pelaku bisnis harus meningkatkan kewaspadaan untuk memahami kompleksitas AI.
Dalam pidato tertulisnya di Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos, Swiss pada hari Kamis, Paus mengatakan AI dapat memicu krisis kebenaran yang berkembang di forum publik, karena bisa menghasilkan karya yang hampir tidak dapat dibedakan dengan buatan manusia.
Teknologi ini dirancang untuk mempelajari dan membuat pilihan tertentu secara mandiri, beradaptasi dengan situasi baru, dan memberikan jawaban yang tidak terduga oleh pemrogramnya, sehingga menimbulkan pertanyaan mendasar tentang tanggung jawab jawab etis, keselamatan manusia, dan penerapan yang lebih luas dari perkembangan ini bagi masyarakat. " katanya dalam sebuah pernyataan yang dibacakan oleh Kardinal Peter Turkson, seorang pejabat Vatikan.
Paus memiliki pengalaman langsung mengenai kemampuan kecerdasan buatan untuk memutarbalikkan kebenaran. Ia merupakan salah satu subjek populer dalam gambar-gambar deepfake yang Menghasilkan AI, termasuk salah satu gambar dirinya tengah memeluk penyanyi Madonna dan bagaimana Paus Fransiskus bergaya mengenakan jaket tebal Balenciaga.
“Tidak seperti banyak penemuan manusia lainnya, AI dibuat berdasarkan hasil kreativitas manusia, yang memungkinkannya berkarya dengan tingkat keterampilan dan kecepatan yang sering kali menyaingi atau melampaui kemampuan manusia, sehingga menimbulkan kekhawatiran kritis tentang dampaknya terhadap peran manusia di dunia,” kata Paus.
Topik Hangat
AI telah menjadi topik hangat di Davos pada tahun ini, dengan banyaknya toko di sepanjang kawasan resor ski yang diambil alih oleh perusahaan teknologi untuk memromosikan produk mereka.
Harapan terhadap AI sangat tinggi di antara beberapa delegasi yang hadir di Davos. Marc Benioff, kepala Salesforce, mengatakan bahwa ia yakin generasi kepala eksekutif saat ini akan menjadi generasi terakhir yang hanya mengelola pekerja manusia.
“Sejak saat ini, kami tidak hanya akan mengelola pekerja manusia, tetapi juga pekerja digital. Dan itu sungguh luar biasa,” katanya kepada para pemimpin bisnis.
Ruth Porat, kepala investasi Alphabet, perusahaan induk Google, mengatakan, di tengah kontroversi, terbukti AI dapat meningkatkan layanan kesehatan secara drastis dan menyelamatkan nyawa manusia.
Di Davos, ia mengatakan bahwa program AI AlphaFold milik Google telah memprediksi struktur dari semua 200 juta protein di planet ini, lalu membuka sumbernya untuk penelitian tersebut. Itu menjadi sebuah langkah yang diharapkan dapat mempercepat penemuan obat, karena 2,5 juta ilmuwan kini telah mengakses informasi tersebut.
Tahun lalu, Demis Hassabis dari Inggris, salah satu pendiri perusahaan rintisan AI DeepMind, yang dibeli oleh Google pada tahun 2014, dianugerahi hadiah Nobel untuk bidang kimia atas penelitiannya ini.
Saat mengutarakan pendapatnya tentang AI, Porat mengatakan bahwa ia menderita kanker dua kali, dan sangat beruntung karena telah didiagnosis sejak dini. “Saya berbicara dengan dokter onkologi saya mengenai hal ini, dan beliau mengatakan bahwa satu-satunya cara untuk mendemokratisasi layanan kesehatan adalah dengan AI, karena artinya siapa pun, di mana pun, akan dapat memperoleh deteksi dini berkualitas tinggi yang sama seperti yang saya miliki, katanya..