Selasa, 30 Desember 2025

Era Baru Politik Dunia: Dino Patti Djalal Sebut Dominasi Barat Tak Lagi Tunggal


 Era Baru Politik Dunia: Dino Patti Djalal Sebut Dominasi Barat Tak Lagi Tunggal Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menyampaikan paparan saat menjadi pembicara kunci pada Conference of Indonesian Foreign Policy (CIFP) 2025 di Jakarta, Sabtu (29/11/2025). ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/bar

JAKARTA, ARAHKITA.COM — Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menegaskan bahwa dunia tengah bergerak menuju fase geopolitik baru. Menurutnya, peta kekuatan global tidak lagi bertumpu pada satu poros seperti sebelumnya, karena dominasi Barat perlahan memudar dan kini muncul banyak pemain baru yang ikut menentukan arah dunia.

Dalam paparannya pada Conference on Indonesian Foreign Policy (CIFP) 2025 di Jakarta, Sabtu (29/11/2025), Dino menjelaskan bahwa kemunduran dominasi Barat bukan berarti runtuhnya negara-negara tersebut. Namun, semakin banyak negara lain yang tumbuh kuat secara ekonomi, teknologi, dan politik — memunculkan konfigurasi keseimbangan baru dalam hubungan internasional.

Dino menyebut empat indikator utama perubahan tatanan dunia:

1. Dominasi Barat Tidak Lagi Absolut

Pengaruh Barat masih kuat, tetapi kini tidak lagi mendominasi sendirian. Banyak negara tumbuh dan mengambil ruang, membentuk pusat kekuatan baru yang lebih beragam.

2. Era Unipolar Amerika Serikat Telah Berlalu

Menurut Dino, fase di mana Amerika Serikat berdiri sebagai satu-satunya aktor besar dunia sudah berakhir. Tatanan seperti itu kecil kemungkinan terulang.

3. Kebangkitan Middle Powers

Sekitar 20 negara, termasuk Indonesia, dinilai berpotensi menjadi penentu arah global. Mayoritas dari kelompok ini berasal dari Global South, yang mulai menunjukkan pengaruh dalam politik internasional.

4. Keseimbangan Kekuatan yang Lebih Cair dan Fleksibel

Alih-alih pakta militer permanen, kerja sama berbasis isu diprediksi berkembang lebih cepat. Contoh nyata terlihat pada kebijakan luar negeri Indonesia di bawah Presiden Prabowo, yang menjalin aliansi ekonomi dengan banyak pihak—dari Uni Eropa, Kanada, hingga kemitraan strategis dengan China, India, Turki, Prancis, dan Arab Saudi.

Dino menekankan bahwa Global South harus mengambil peran aktif dalam babak baru geopolitik. Ia mengingatkan, tidak ada jaminan tatanan baru akan lebih baik jika negara-negara berkembang hanya menjadi penonton.

“Negara berkembang harus mengeklaim, mendanai, dan memperkuat multilateralisme,” tegasnya.

Ia juga berharap Barat tidak lagi memandang Global South hanya melalui kacamata kompetisi geopolitik dengan China, melainkan mengakui kapasitasnya sebagai mitra strategis.

Mengacu pada sejarah diplomasi Indonesia, Dino melihat momentum penting bagi Indonesia untuk berada di garis depan perubahan. Dengan jejak kuat di G20, posisi strategis di ASEAN, hingga kepemimpinan dalam berbagai forum multilateral, Indonesia dianggap mampu menjadi salah satu arsitek tatanan global baru.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Internasional Terbaru