Loading
Logo Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terlihat di Kantor Pusat WHO di Jenewa, Swiss, 21 Mei 2023. ANTARA/Xinhua/Lian Yi
MANILA, ARAHKITA.COM — Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kembali mengeluarkan peringatan keras: resistansi antimikroba atau antimicrobial resistance (AMR) kini mencapai titik darurat global dan berpotensi menghapus pencapaian medis yang dibangun selama hampir 100 tahun. Infeksi umum yang dulu mudah diobati kini semakin sulit ditangani.
Peringatan itu disampaikan Direktur Regional WHO untuk kawasan Pasifik Barat, Saia Ma’u Piukala, melalui pernyataan resmi, Selasa (18/11/2025). Ia menegaskan bahwa penemuan antimikroba hampir seabad lalu telah merevolusi dunia kesehatan, namun manfaat tersebut terus tergerus akibat penyalahgunaan dan konsumsi berlebihan.Menurut Piukala, bakteri, virus, jamur, dan parasit terus beradaptasi hingga tidak lagi mempan terhadap obat yang selama ini menjadi tumpuan pengobatan. “Satu dari enam penularan bakteri di dunia kini kebal terhadap antibiotik standar,” ujarnya.
WHO mencatat, hampir 5 juta kematian pada 2019 berkaitan dengan resistansi antimikroba, dengan 1,3 juta di antaranya terjadi langsung akibat infeksi yang tidak lagi mempan obat. Di kawasan Pasifik Barat, potensi kematian akibat infeksi bakteri resisten diperkirakan mencapai 5,2 juta kasus selama periode 2020–2030.
Baca juga:
8 CEO Kereta Api di Asia Tenggara Gunakan Whoosh untuk Buktikan Kecanggihan dan KeandalannyaPiukala menekankan bahwa antimikroba adalah “alat yang berharga sekaligus rapuh”. Jika tren saat ini dibiarkan, dunia berisiko kehilangan senjata utama dalam melawan penyakit infeksi.
Komitmen Global Ada, Tantangan Lapangan Masih Besar
Pada Majelis Umum PBB 2024, negara-negara sepakat menurunkan angka kematian akibat infeksi resisten obat sebesar 10 persen pada 2030. Namun komitmen tersebut belum sepenuhnya sejalan dengan kondisi di lapangan.
Di banyak negara, terutama wilayah pedesaan, akses diagnostik dasar dan ketersediaan antibiotik masih minim. Sementara itu, rumah sakit kesulitan menjalankan program pengelolaan antimikroba karena kekurangan tenaga kesehatan dan lambatnya pelaporan laboratorium.
Mulai dari Penggunaan Antibiotik yang Bijak
Piukala menegaskan, upaya menekan resistansi antimikroba harus dimulai dari penggunaan antibiotik yang tepat. “Saat masyarakat hanya menggunakan antibiotik ketika benar-benar dibutuhkan, semua orang terlindungi. Ketika klinisi meresepkan dengan bijak, mereka menjaga kemajuan medis yang diperjuangkan bertahun-tahun,” ujarnya dilansir Antara.
Ia juga mendorong fasilitas kesehatan untuk memperkuat pengendalian infeksi serta berinvestasi pada layanan diagnostik yang akurat dan terjangkau.