Loading
Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung. (Antaranews/Antara/Xinhua/Paul.J)
SEOUL, ARAHKITA.COM - Pemerintah Korea Selatan mengambil langkah diplomatik menyeluruh menyusul kematian seorang mahasiswa bernama Park Min-ho yang diduga disiksa hingga tewas oleh kelompok penipu di Kamboja.
Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung dalam rapat kabinet pada Selasa menyatakan bahwa melindungi nyawa dan keselamatan warga negara adalah tanggung jawab tertinggi pemerintah, serta menyerukan pemulangan segera bagi korban penipuan yang masih tertahan di Kamboja.
Park Min-ho, mahasiswa berusia 22 tahun, dilaporkan menjadi korban sindikat penipuan online. Ia sempat mengabari keluarganya bahwa ia pergi untuk menghadiri pameran saat liburan musim panas, namun tak lama setelah itu, keluarga menerima telepon permintaan tebusan sebesar 50 juta won. Dua minggu kemudian, jenazah Park ditemukan di dekat Gunung Bokor, wilayah yang dikenal rawan kejahatan dan perdagangan manusia.
Baca juga:
Mahasiswa Korea Selatan Diculik dan Disiksa hingga Tewas di Kamboja, Seoul Panggil Dubes KambojaPemerintah Kamboja, dilansir The Guardian, menyatakan bahwa mahasiswa tersebut meninggal karena penyiksaan berat, dengan memar di sejumlah bagian tubuh. Seorang saksi yang ditahan bersama korban menyebutkan bahwa Park dipukuli dengan kejam hingga tak bisa berjalan atau bernapas, dan akhirnya meninggal di dalam kendaraan saat hendak dibawa ke rumah sakit.
Kasus ini memicu ketegangan diplomatik antara Korea Selatan dan Kamboja. Pemerintah Korea Selatan kini berupaya mengirimkan tim kepolisian ke Kamboja untuk membentuk “Meja Korea” yang memungkinkan mereka bekerja langsung dengan kepolisian setempat. Langkah ini dianggap lebih efektif dibandingkan dengan hanya mengandalkan komunikasi melalui kedutaan.
Tiga warga negara Tiongkok telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pembunuhan dan penipuan online yang menimpa Park. Dua tersangka lainnya masih buron. Kementerian Dalam Negeri Kamboja membantah tuduhan bahwa mereka lamban menangani kasus ini, dan menyatakan belum menerima laporan resmi dari keluarga maupun kedutaan Korea hingga jenazah ditemukan.
Pihak keluarga korban menyebut proses penanganan ini sebagai “pembunuhan kedua”, karena jenazah Park masih disimpan di ruang pendingin lebih dari dua bulan setelah kematiannya. Korea Selatan mendesak otopsi bersama dengan otoritas Kamboja untuk memastikan penyebab kematian.
Angka penculikan terhadap warga Korea Selatan di Kamboja meningkat tajam dalam dua tahun terakhir. Pada 2023 tercatat 220 kasus, dan hingga Agustus 2025 jumlah itu melonjak menjadi 330 kasus. Korban kebanyakan dijebak dengan tawaran pekerjaan bergaji tinggi, lalu dikurung dan dipaksa menjalankan operasi penipuan daring, seperti phishing suara. Mereka yang menolak biasanya mengalami penyiksaan.
Pemerintah Korea Selatan telah menaikkan peringatan perjalanan ke wilayah Phnom Penh, Sihanoukville, dan Gunung Bokor. Pemerintah Korsel mengeluarkan imbauan khusus, meminta warganya membatalkan atau menunda perjalanan yang tidak mendesak. Sementara itu, Amnesty International mengidentifikasi 53 kompleks penipuan berskala besar di Kamboja dan menuduh pemerintah negara itu membiarkan praktik tersebut terjadi.
Anggota parlemen Korea, Lee Un-ju, menyatakan bahwa jika Kamboja tidak menunjukkan kerja sama serius, maka pemerintah Korea harus mempertimbangkan tindakan tegas demi melindungi warga negaranya.