Loading
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Jaksa penuntut di Utah akhirnya mengungkap bukti yang diyakini menjadi kunci untuk memahami motif di balik penembakan terhadap aktivis konservatif Amerika Serikat, Charlie Kirk. Tersangka, Tyler Robinson (22), didakwa dengan pembunuhan berencana setelah mengakui perbuatannya dan menyerahkan diri kepada pihak berwenang.
Dalam dokumen dakwaan yang dipresentasikan pada Selasa (16/9), jaksa membeberkan pesan teks Robinson kepada pasangannya yang sedang menjalani transisi gender. Pesan itu berisi ungkapan frustrasi terhadap ujaran kebencian Kirk, yang beberapa saat sebelum penembakan sempat menyebut “terlalu banyak orang trans yang melakukan penembakan massal di AS.”
Faktanya, data dari Gun Violence Archive menunjukkan hanya sekitar 0,1% pelaku penembakan massal dalam 10 tahun terakhir yang berasal dari komunitas trans.
Hubungan Keluarga dan Pandangan Politik yang Bertolak Belakang
Jaksa juga mengungkap kesaksian ibu Robinson. Ia menuturkan bahwa selama setahun terakhir, putranya semakin aktif secara politik dan cenderung mendukung hak-hak LGBTQ+. Kondisi itu memicu perdebatan dengan sang ayah, seorang pendukung Donald Trump, yang memiliki pandangan politik konservatif.
Dalam salah satu pesan teks, Robinson bahkan menyebut ayahnya sebagai sosok “fanatik” yang selalu menggaungkan slogan “Make America Great Again.” Ketegangan inilah yang diduga memperburuk kondisi psikologis Robinson sebelum penembakan.
Bukti Teknis: Senapan, DNA, dan Ukiran Peluru
Polisi menemukan senapan yang digunakan untuk menembak Kirk dibuang di dekat lokasi acara di Utah Valley University (UVU). Hasil forensik menunjukkan adanya DNA Robinson pada senjata tersebut. Selain itu, selongsong peluru yang ditemukan di TKP berisi ukiran “hey fascist” dan “O bella ciao,” lagu perlawanan antifasis asal Italia yang populer lewat serial Money Heist.
Meski sempat memicu spekulasi politik, pesan teks Robinson kepada teman sekamarnya menyebut ukiran itu hanya “meme besar.”
Pengakuan kepada Orang Tua dan Teman Sekamar
Kecurigaan keluarga semakin kuat ketika orang tua Robinson melihat rekaman CCTV berita yang menampilkan sosok mirip putra mereka. Sang ayah, yang sebelumnya menghadiahkan senapan kepada Robinson, langsung menanyai anaknya. Robinson pun mengaku telah membunuh Kirk dengan alasan “terlalu banyak kejahatan” dan karena Kirk dianggap “menyebarkan kebencian.”
Dalam pesan lain kepada teman sekamarnya, Robinson menuliskan, “Ya, maafkan aku,” ketika ditanya apakah dia benar pelaku penembakan. Ia juga menyesal karena telah menyeret orang terdekatnya ke dalam kasus ini dilaporkan The Guardian.
Jaksa Siapkan Tuntutan Hukuman Mati
Jaksa Wilayah Utah, Jeff Gray, menegaskan bahwa pihaknya akan menuntut hukuman mati atas Robinson. Menurutnya, faktor yang memberatkan adalah adanya niat khusus untuk menyerang Kirk karena pandangan politiknya.
“Saya tidak mengambil keputusan ini dengan mudah,” ujar Gray dalam konferensi pers. “Namun bukti yang ada menunjukkan bahwa penembakan ini dilakukan secara terencana dan ditujukan langsung kepada ekspresi politik korban.”
Robinson kini ditahan tanpa jaminan di penjara Utah sambil menunggu persidangan. Kasus ini menjadi sorotan besar karena berkaitan dengan polarisasi politik yang semakin tajam di Amerika Serikat, terutama setelah Donald Trump kembali menjabat sebagai Presiden AS pada Januari 2025.