Loading
Ilustrasi - Para pejuang dari kelompok Hamas. ANTARA/Anadolu
YERUSALEM/ISTANBUL, ARAHKITA.COM - Qatar kembali memainkan perannya sebagai mediator perdamaian dengan mengajukan proposal baru kepada Israel untuk menghentikan konflik bersenjata di Gaza. Proposal ini mencakup gencatan senjata selama 60 hari serta kesepakatan pertukaran sandera, demikian dilaporkan media Israel pada Selasa (1/7/2025).
Menurut laporan kanal publik Israel, KAN, yang mengutip dua sumber diplomatik, rencana gencatan senjata ini akan dimulai dengan pembebasan delapan sandera Israel pada hari pertama, disusul oleh dua sandera lainnya pada hari ke-50. Selain itu, jenazah 18 sandera Israel juga direncanakan dipulangkan secara bertahap dalam tiga fase, meskipun jadwal pastinya belum diumumkan.
Pemerintah Qatar sendiri belum memberikan pernyataan resmi terkait isi proposal tersebut.
Mirip Proposal AS, Tapi Ada Perbedaan Kunci
Secara garis besar, kerangka usulan ini dinilai mirip dengan proposal yang sebelumnya diajukan oleh Utusan Timur Tengah Amerika Serikat, Steve Witkoff. Namun, sejumlah perbedaan tetap menjadi kendala utama dalam negosiasi, terutama soal penghentian permanen perang dan penarikan pasukan Israel dari Gaza.
KAN melaporkan bahwa proses perundingan antara Israel dan Hamas masih menghadapi jalan buntu. Salah satu hambatan terbesar adalah perbedaan posisi Israel yang menolak tuntutan Hamas untuk mengakhiri perang sepenuhnya tanpa syarat.
Reaksi AS dan Agenda Netanyahu
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan optimisme terhadap potensi tercapainya kesepakatan damai dalam waktu dekat. “Kami berharap (gencatan senjata) akan segera terjadi, mungkin pekan depan,” ujarnya kepada media.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dijadwalkan terbang ke Washington minggu depan untuk bertemu langsung dengan Trump. Kunjungan ini dinilai strategis di tengah tekanan politik domestik yang meningkat.
Di dalam negeri, Netanyahu menghadapi kritik tajam dari oposisi dan keluarga para sandera yang menuduhnya memperpanjang perang demi agenda politik, termasuk menjaga koalisi sayap kanan dan mempertahankan posisinya sebagai perdana menteri.
Tuntutan Hamas dan Realitas di Lapangan
Hamas telah berulang kali menyatakan kesiapan untuk membebaskan seluruh sandera Israel jika Israel menghentikan agresinya di Gaza, menarik pasukannya, dan membebaskan para tahanan Palestina. Namun, pemerintah Israel menolak syarat-syarat ini dan menuntut perlunya perlucutan senjata kelompok perlawanan Palestina sebagai bagian dari kesepakatan.
Data terbaru menunjukkan bahwa sekitar 50 sandera Israel masih ditahan di Gaza, dengan 20 orang di antaranya diperkirakan masih hidup. Di sisi lain, lebih dari 10.400 warga Palestina kini dipenjara di Israel, banyak di antaranya dilaporkan mengalami penyiksaan, kelaparan, dan minim akses medis, menurut berbagai kelompok hak asasi manusia.
Korban Sipil dan Desakan Internasional
Sejak pecahnya perang pada Oktober 2023, serangan Israel ke Gaza telah menewaskan lebih dari 56.600 warga Palestina, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. Meski desakan internasional terus bergema agar gencatan senjata segera diberlakukan, serangan udara dan darat Israel terus berlangsung tanpa henti.
Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, dengan tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Selain itu, Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional atas tindakannya di Gaza dikutip dari Antara.