Loading
SUMBA BARAT DAYA, ARAHKITA.COM - Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumba Barat saat ini tengah menyelidiki dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) senilai Rp12 miliar yang melibatkan Soleman Lende Dappa (SLD) Ketua Yayasan Tunas Timur (Yatutim) di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD). SUMBA BARAT DAYA, ARAHKITA.COM - Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumba Barat saat ini tengah menyelidiki dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) senilai Rp12 miliar yang melibatkan Soleman Lende Dappa (SLD) Ketua Yayasan Tunas Timur (Yatutim) di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD).
Kasus ini mencuat akibat dugaan manipulasi Data Pokok Pendidikan (Dapodik) untuk memperoleh dana BOS secara tidak sah.
Dalam proses penyelidikan, Kejari Sumba Barat telah memanggil 15 orang untuk dimintai keterangan, termasuk Debora Gemelina Arborea Lende, anggota DPRD NTT dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Debora sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Yatutim, dan diduga memiliki peran penting dalam kasus ini.
Beberapa mahasiswa telah menyuarakan agar kasus ini diusut tuntas, hingga Ketua Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia, Gabriel Goa, juga turut menyatakan dukungan penuh terhadap Kejari Sumba Barat dalam mengusut tuntas kasus ini. Ia mendesak aparat penegak hukum untuk segera menangkap semua pelaku, termasuk aktor intelektual di balik dugaan korupsi tersebut.
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati NTT, AA Raka Putra Dharmana, menyatakan bahwa kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.
Ia menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada pemeriksaan terhadap oknum anggota DPRD NTT terkait kasus ini.
Namun, Winston Neil Rondo, Badan Musyawarah Pendidikan Swasta (BMPS) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam siaran persnya di Kupang pada Senin, 10 Maret 2025 menanggapi dihentikannya dana BOS 9 SD Swasta di SBD buntut dugaan kasus korupsi dana BOS Yatutim. Ia meminta semua pihak SBD untuk menahan diri terkait kasus dugaan korupsi Dana BOS Yayasan Tunas Timur (Yatutim). Alasannya, karena kasus ini baru ditahap awal pengumpulan bukti atau penyelidikan dan belum berkekuatan hukum tetap.
Merespon hal tersebut, Joko Kadu salah satu aktivis Pengurus Pusat PMKRI Sanctus Thomas Aquinas, Jakarta menyatakan bahwa pernyataan tersebut muncul kejanggalan- kejanggalan yang mengundang pertanyaan besar: mengapa ada pihak-pihak yang justru meminta masyarakat menahan diri? Apa yang sebenarnya sedang terjadi?
"Dengan angka yang mencapai Rp12 miliar, kasus ini seharusnya menjadi prioritas penegak hukum untuk diusut secara transparan. Indonesia merupakan negara hukum, transparansi dan akuntabilitas adalah prinsip utama dalam menegakkan keadilan. Namun, dalam kasus ini, justru ada dorongan agar masyarakat untuk menahan diri, pertanyaannya ada apa? Apakah mereka diintervensi? Apakah ada kepentingan yang lebih besar yang sedang dilindungi?, " tegas mahasiswa pascasarjana Undiksha itu.
Dirinya juga tekankan agar tidak kongkalikong diatas penderitaan masyarakat banyak dan harus transparan.
"Kasus ini harus diusut tuntas. Dampaknya jangka panjang, yayasannya perlu ditelusuri agar tidak terkesan masyarakat beramai-ramai dirikan yayasan hanya untuk mendapatkan Dana BOS. "Dana Bos berkedok yayasan atau sebaliknya "Yayasan berkedok Dana BOS), " pungkasnya.
Lebih lanjut, kata Joko Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumba Barat yang menangani kasus ini harus menyadari bahwa kepercayaan publik sedang dipertaruhkan. Jika kasus ini dibiarkan berlarut-larut tanpa ada kepastian hukum, maka bukan hanya sistem pendidikan yang dirugikan, tetapi juga integritas lembaga hukum itu sendiri.Sikap tegas dari Kejari diperlukan untuk membuktikan bahwa hukum tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
"Jika benar ada keterlibatan anggota DPRD NTT, termasuk Debora Gemelina Arborea Lende yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Yatutim, maka tidak boleh ada perlakuan khusus. Semua yang terlibat harus diperiksa tanpa pandang bulu, " ungkapnya.
Menurut Joko, kasus korupsi di dunia pendidikan adalah kejahatan yang sangat serius. Dana BOS seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, bukan untuk dipermainkan oleh oknum-oknum tertentu demi kepentingan pribadi.
"Keterlibatan masyarakat untuk tetap mengawal kasus ini sangat penting agar tidak berakhir di tengah jalan. Jika ada pihak yang mencoba mengintervensi atau mengarahkan opini publik agar kasus ini tidak dibahas, atau tidak dipertanyakan maka itu adalah alarm bahaya bahwa ada sesuatu yang sedang disembunyikan dan masyarakat harus pastikan bahwa korupsi di dunia pendidikan tidak menjadi warisan yang terus berulang.," tutupnya.