Loading
Ketua Setara Institute, Hendardi. (Setara Institute)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Puisi Sukmawati yang memuat kata 'azan' dan 'cadar' menjadi kontroversi. Bahkan sudah ada pihak yang melaporkan Sukmawati ke kepolisian atas dugaan melanggar pasal penodaan agama.
"Pelaporan Sukmawati juga mempertegas momentum bahwa kita harus segera mereformasi hukum penodaan agama dalam sistem hukum Indonesia", pinta Ketua Setara Institute, Hendardi dalam siaran pers yang diterima redaksi arahkita.com, Rabu (4/4/2018) pagi.
Sehingga kata Hendardi ada batasan jelas ihwal penodaan agama yang selama ini sering mengkriminalisasi kebebasan ekspresi warga.
Lebih lanjut Hendardi mengatakan seperti pernyataan Basuki Tjahaja Purnama, niat jahat (means rea) dan konteks dimana Sukmawati menyampaikan puisi itu bisa saja menjadi argumen hukum bahwa puisi itu bukanlah bentuk penodaan agama melainkan bentuk kebebasan berekspresi dan berpendapat setiap warga.
Namun, karena rumusan delik penodaan agama yang absurd tolok ukurnya, maka pihak lain yang tidak sependapat kemudian mempersoalkannya dengan dalil penodaan agama. Meskipun dalam disiplin HAM tidak dikenal istilah penodaan agama.
Namun demikian sambung dia, perlu diingat oleh semua pihak bahwa due process of law tuduhan kasus-kasus penodaan agama, sebagaimana diatur dalam UU No. 1/PNPS/1965 sebagai genus Pasal 156a KUHP, musti dilakukan secara bertahap, dengan peringatan dan teguran. Pilihan pemidanaan adalah opsi terakhir yang bisa ditempuh setelah proses klarifikasi itu dilakukan dan peringatan diabaikan.
"Kalau kita baca substansi puisi Sukmawati secara jernih sebenarnya tidak ada substansi yang benar-benar bermasalah dari sisi SARA. Puisi Sukmawati yang sangat verbalis itu merupakan ekspresi seni yang memiliki derajat kebenaran faktual memadai, karena justifikasi faktualnya sebenarnya memang ada,"jelas Hendardi.
Dikatakan dia, dalam situasi sosial yang terbelah, isu semacam ini menjadi pemantik yang efektif untuk kembali membelah masyarakat. Apalagi di tengah kontestasi politik Pilkada 2018, Pileg dan Pilpres 2019. Politisasi dipastikan akan menguat.
"Agar tidak menguras energi publik dalam kontroversi ini, klarifikasi yang dilakukan keluarga Soekarno (3/4/2018) diharapkan bisa meredakan situasi, jika diperlukan Sukmawati juga bisa memberikan penjelasan,"pintah Hendardi.
Sementara, atas pengaduan yang sudah disampaikan, secara prosedural kata dia biarkan polisi bekerja memproses laporan yang sudah masuk tanpa perlu tekanan yang sarat motif politiknya.