Loading
Gubernur Riau Abdul Wahid (ketiga kanan) bersama Kepala Dinas PUPRPKPP Provinsi Riau Muhammad Arif Setiawan (kedua kiri) dan Sekretaris Dinas PUPRPKPP Riau Ferry Yunanda (ketiga kiri) digiring petugas saat tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (4/11/2025). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.
JAKARTA, ARAHKITA.COM — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) diduga telah meminta apa yang disebut sebagai “jatah preman” dari sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sejak awal masa jabatannya.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan praktik tersebut sudah dimulai bahkan sejak hari-hari pertama Abdul Wahid menjabat sebagai gubernur.
“Sejak awal yang bersangkutan sudah meminta,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Menurut Asep, tidak lama setelah dilantik, Abdul Wahid sempat mengumpulkan seluruh pimpinan SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Dalam pertemuan itu, ia menegaskan bahwa “matahari hanya satu”, yang dimaknai bahwa semua pihak di bawahnya harus sepenuhnya loyal kepada dirinya.
“Beliau juga menegaskan bahwa kepala dinas adalah perpanjangan tangan gubernur, sehingga setiap instruksi kepala dinas harus dianggap sebagai perintah langsung dari gubernur,” kata Asep.
Ia menambahkan, Abdul Wahid juga memperingatkan bahwa siapa pun yang tidak mematuhi perintah akan dievaluasi dari jabatannya.
Pernyataan itu, menurut Asep, ditafsirkan para Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPRPKPP) Riau sebagai ancaman mutasi. Para kepala UPT tersebut kemudian merasa terpaksa memberikan “jatah preman” atau setoran tertentu agar posisinya aman.
Sebelumnya, pada Senin (3/11/2025), KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Riau dan mengamankan Gubernur Abdul Wahid bersama delapan orang lainnya.Keesokan harinya, Tenaga Ahli Gubernur Riau, Dani M. Nursalam, menyerahkan diri ke KPK setelah sempat tidak ditemukan saat OTT berlangsung dikutip Antara.
Kemudian pada 5 November 2025, KPK secara resmi menetapkan tiga orang tersangka, yakni Abdul Wahid (AW), Kepala Dinas PUPRPKPP Riau M. Arief Setiawan (MAS), dan Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M. Nursalam (DAN). Mereka diduga terlibat dalam praktik pemerasan terhadap sejumlah pejabat dan pelaku proyek di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau untuk tahun anggaran 2025.
Kasus ini menambah daftar panjang pejabat daerah yang tersandung dugaan korupsi, sekaligus menjadi peringatan keras tentang pentingnya integritas dalam menjalankan amanah publik.