Loading
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna. ANTARA/Aprionis.
PANGKALPINANG, ARAHKITA.COM — Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia tengah memproses hukum lima perusahaan tambang timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Langkah ini diambil untuk menegakkan pertanggungjawaban atas dugaan kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan ilegal yang mereka lakukan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, menjelaskan bahwa penanganan kasus tersebut menjadi bagian dari upaya serius pemerintah menertibkan kegiatan tambang tanpa izin (ilegal mining) di wilayah penghasil timah terbesar di Indonesia itu.
“Saat ini ada lima perusahaan tambang timah yang sedang diproses hukum untuk dimintai pertanggungjawabannya atas kerusakan lingkungan,” ujar Anang usai acara penyerahan smelter sitaan negara di Pangkalpinang, Senin (tanggal sesuai rilis).
Pendalaman Kasus oleh Satgas PKH
Selain lima perusahaan tersebut, Kejagung bersama Satgas Penerbitan Kawasan Hutan dan Pertambangan (PKH) masih melakukan pendalaman terhadap pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam aktivitas penambangan pasir timah di Bangka Belitung.“Proses hukum masih terus berjalan. Kita menunggu hasil pendalaman penyelidikan lebih lanjut dari Satgas PKH,” tambahnya.
Sanksi Denda dan Pidana
Anang menegaskan, proses hukum terhadap penambangan ilegal bisa menyasar baik korporasi maupun individu. Sanksinya pun dapat berupa denda maupun hukuman pidana, tergantung tingkat pelanggaran yang dilakukan.
Baca juga:
Kejagung Proses Lima Perusahaan Tambang Ilegal di Bangka Belitung, Diduga Rusak LingkunganIa menambahkan, besaran sanksi denda bagi perusahaan tambang dan perkebunan yang beroperasi tanpa izin di kawasan hutan saat ini masih dibahas oleh pihak berwenang.
“Masih dalam pembahasan berapa nilai denda yang akan dikenakan. Sementara bagi perusahaan yang terbukti melakukan tindak pidana, proses hukum pidana akan dijalankan,” jelasnya dikutip Antara.
Langkah tegas Kejagung ini menjadi sinyal bahwa pemerintah tak akan lagi mentolerir kegiatan tambang ilegal yang merusak lingkungan dan mengancam keberlanjutan sumber daya alam di Bangka Belitung.