Loading
Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (1/9/2025). Yaqut Cholil Qoumas dimintai keterangan selama tujuh jam terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus 2024. ANTARA FOTO/Fauzan/nz (ANTARA FOTO/FAUZAN)
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama (Kemenag) periode 2023–2024. Fokus terbaru penyidik adalah kemungkinan adanya aliran dana yang melibatkan mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, melalui perantara.
“Proses pendalaman masih berjalan. Tim penyidik menelusuri berbagai informasi agar mendapatkan gambaran utuh dan kredibel terkait dugaan aliran dana,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (12/9/2025).
Menurutnya, sejumlah saksi baik dari internal Kemenag maupun pihak eksternal telah diminta keterangan untuk memperkuat bukti. Namun, KPK belum merinci siapa saja pihak yang diduga menerima dana dan berapa jumlah nominal yang terlibat.
Sebelumnya, pada 9 Agustus 2025, KPK secara resmi mengumumkan dimulainya penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji ini. Dua hari sebelumnya, Yaqut Cholil Qoumas telah dimintai keterangan oleh penyidik.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI juga dilibatkan dalam proses penghitungan kerugian negara. Dari perhitungan awal, kerugian diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun. Selain itu, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut dikutip Antara.
Tidak hanya KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI turut menyoroti sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan haji 2024. Salah satunya terkait pembagian tambahan kuota haji sebesar 20.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi yang dibagi rata 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pembagian ini dinilai melanggar aturan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang seharusnya menetapkan 92 persen kuota untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus.
Kasus ini diperkirakan masih akan terus bergulir, seiring KPK melanjutkan penyelidikan dan pengumpulan bukti tambahan terkait dugaan aliran dana maupun kerugian negara yang muncul dari penyelenggaraan ibadah haji 2023–2024.