Loading
Menteri LH/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurrofiq bersama Sekda Kabupaten Bogor Ajat Rochmat Jatnika meninjau pembongkaran mandiri tempat wisata di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (27/7/2025). (ANTARA/M Fikri Setiawan)
CISARUA, BOGOR, ARAHKITA.COM — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengambil langkah tegas terhadap pelanggaran tata ruang di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurrofiq resmi mencabut sejumlah persetujuan lingkungan terhadap usaha-usaha yang dinilai tidak sesuai dengan aturan pemanfaatan ruang dan perlindungan lingkungan.
Langkah ini dilakukan menyusul tidak adanya tindak lanjut dari para pelaku usaha maupun Pemerintah Kabupaten Bogor terhadap instruksi pembongkaran bangunan sebelumnya. Total ada 33 unit usaha yang berdiri di atas lahan kerja sama operasional (KSO) milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN), dan 9 di antaranya telah dicabut izin lingkungannya.
“Sembilan dari 33 usaha tersebut sebelumnya memiliki izin lingkungan. Tapi karena tidak ada tindak lanjut dari pemda, menteri turun langsung untuk mencabutnya,” ujar Hanif saat meninjau lokasi di Cisarua, Minggu (27/7/2025).
Tenggat Pembongkaran hingga Akhir Agustus 2025
KLHK memberi batas waktu hingga akhir Agustus 2025 bagi seluruh pelaku usaha di kawasan tersebut untuk melakukan pembongkaran mandiri. Bila tidak dipatuhi, pemerintah akan turun tangan dan membongkar secara paksa, termasuk menempuh jalur hukum sesuai Pasal 114 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Baca juga:
KLHK Cabut Izin Lingkungan Sejumlah Usaha di Puncak, Bangunan tak Sesuai Aturan Diminta DibongkarAncaman pidana penjara satu tahun menanti bagi usaha yang tetap membandel.
Beberapa Usaha Mulai Patuh
Sejumlah pelaku usaha sudah menunjukkan itikad baik. CV Mega Karya, misalnya, telah mulai membongkar delapan gazebo dan satu restoran miliknya.
Namun, KLHK memastikan akan melakukan peninjauan lanjutan. “Jika minggu depan kami temukan masih ada bangunan berdiri, kami akan bantu bongkar sekaligus memproses hukum pelakunya,” tegas Hanif.
Restorasi dan Reboisasi Jadi Kewajiban
Setelah bangunan dibongkar, pelaku usaha diwajibkan melakukan pemulihan lingkungan. Ini mencakup restorasi kawasan serta penanaman pohon untuk mengembalikan fungsi ekologis wilayah Puncak sebagai daerah resapan air.
KLHK juga menargetkan penertiban terhadap 400 hektare lahan lain di kawasan Puncak yang selama ini digunakan secara ilegal—baik oleh pelaku usaha legal maupun ilegal yang berdiri tanpa kerja sama dengan PTPN.
“Kami akan lakukan verifikasi lapangan terhadap semua lahan yang dikuasai tanpa hak. Semua akan ditertibkan,” tambah Hanif.
Pembangunan Liar Memicu Krisis Lingkungan
Menurut KLHK, maraknya pembangunan vila dan tempat usaha ilegal memperparah kerusakan lingkungan di kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Akibatnya, banjir tahunan yang melanda Bogor, Depok, hingga Jakarta, makin sulit dikendalikan dan sering memakan korban jiwa.
Hanif pun mengimbau masyarakat dan investor untuk menghentikan aktivitas pembangunan baru di kawasan Puncak, terutama di Kecamatan Cisarua.
“Kalau masih ada yang membangun vila, kami minta segera hentikan. Investasi terbaik hari ini adalah menanam pohon dan menjaga lingkungan,” pungkasnya dikutip Antara.