Loading
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Pemerintah Indonesia memastikan belum menerima surat resmi maupun nota diplomatik dari Pemerintah Brasil terkait insiden meninggalnya Juliana Marins, warga negara Brasil yang jatuh di kawasan Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, pada Kamis (26/6).
Hal ini ditegaskan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (4/7/2025). Menurut Yusril, suara yang belakangan muncul dari Brasil berasal dari The Federal Public Defender's Office of Brazil (FPDO)—lembaga independen di bidang hak asasi manusia, bukan perwakilan resmi pemerintah.
“FPDO itu mirip dengan Komnas HAM di Indonesia, bukan lembaga eksekutif yang mewakili negara. Mereka memang menangani advokasi pelanggaran HAM, tetapi tidak mewakili Pemerintah Brasil secara formal,” jelas Yusril.
FPDO Ancam Bawa Kasus ke Forum Internasional
Pernyataan dan desakan FPDO, termasuk wacana membawa kasus ini ke lembaga internasional seperti Komisi HAM Antar-Amerika (IACHR), menurut Yusril, perlu dipahami dengan cermat. Pasalnya, Indonesia bukan pihak dalam konvensi tersebut dan tidak memiliki kewajiban hukum di dalamnya.
Baca juga:
Belum Ada Nota Diplomatik dari Brasil, Yusril Pastikan RI Terbuka Ungkap Kematian Juliana Marins“Indonesia bukan anggota Komisi HAM Antar-Amerika. Jadi membawa kasus ke forum itu atau ke Mahkamah Internasional seperti ICJ maupun ICC di Den Haag, tidak bisa dilakukan begitu saja tanpa persetujuan dan keterlibatan Indonesia,” tegasnya.
RI Terbuka untuk Penyelidikan Bersama
Meski demikian, Yusril menegaskan bahwa Indonesia bersikap terbuka terhadap upaya pengungkapan fakta terkait kematian Juliana. Ia menyebut aparat penegak hukum di Indonesia saat ini sedang melakukan penyelidikan untuk memastikan apakah ada unsur kelalaian dari pihak-pihak yang terlibat dalam pendakian.
Pihak-pihak tersebut antara lain: biro perjalanan, pemandu wisata, otoritas Taman Nasional Gunung Rinjani, serta tim SAR yang bertugas. Fokus penyelidikan juga mencakup apakah prosedur pertolongan dan evakuasi telah sesuai standar protokol dalam kondisi medan sulit dan cuaca ekstrem.
“Kalau memang diperlukan, Indonesia membuka opsi untuk melakukan investigasi bersama dengan Pemerintah Brasil. Ini justru langkah yang lebih tepat dan adil ketimbang langsung menyeret ke forum internasional berdasarkan dugaan-dugaan semata,” papar Yusril.
Penegasan Prinsip Hukum Internasional
Yusril menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa setiap langkah hukum internasional harus dijalankan berdasarkan prinsip kedaulatan dan persetujuan bersama. “Tak bisa serta merta satu negara membawa negara lain ke lembaga hukum internasional tanpa dasar hukum yang jelas dan hubungan keanggotaan dalam konvensi yang sah,” pungkasnya dikutip Antara.