Loading
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas bersama sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis, 20 Juni 2024 lalu. Rapat tersebut difokuskan pada pembahasan potensi budidaya kratom di Indonesia, sebagai langkah untuk meningkatkan nilai ekonomis dan kualitas produksi tanaman yang tengah mengalami penurunan harga yang cukup drastis tersebut.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, dalam keterangannya setelah rapat, menyampaikan bahwa pemerintah akan segera mengatur regulasi terkait budidaya kratom di Tanah Air. Hal tersebut penting agar nilai ekonomi dan kualitas dari tanaman kratom dapat terus meningkat.
Regulasi tanaman kratom melibatkan sejumlah kementerian/lembaga terkait, termasuk Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Untuk melihat potensi kratom sebagai tanaman obat membutuhkan bukti secara ilmiah.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPOM RI L. Rizka Andalucia menegaskan, keberlanjutan status kratom harus dilakukan riset secara mendalam agar penetapan statusnya jelas.
BPOM sebelumnya sudah mengeluarkan pelarangan penggunaan kratom yang mengacu pada Surat Edaran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor HK 04.4.42.421.09.16.1740 Tahun 2016 tentang Pelarangan Penggunaan Mitragyna speciosa (Kratom) dalam Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan.
"Harus dilakukan riset dulu supaya kita bisa melihat kratom itu memiliki efektivitas sebagai obat," tegas Rizka saat ditemui Health Liputan6.com usai 'Public Warning Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik' di Kantor BPOM RI Jakarta pada Jumat, 8 Desember 2023 lalu.
"Nah, risetnya kan bukan hanya BPOM yang melakukan, tapi ada lembaga-lembaga riset lain dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) atau perguruan tinggi."
Apabila riset kratom sebagai tanaman obat dapat dibuktikan, maka penetapan statusnya dapat jelas diberikan.
"Kalau sudah ada (riset), baru kita menetapkan dia statusnya sebagai narkotika golongan berapa," lanjut Rizka.
Prof Mangestuti Dukung Larangan BPOM
Terkait hal tersebut, Prof. Dr. Mangestuti Agil, MS, Apt, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta mendukung larangan BPOM tersebut. Pakar Herbal ini menjelaskan bahwa Kratom adalah tanaman yang tumbuh dengan subur di kawasan Asia Tenggara termasuk Thailand, Malaysia, Indonesia, Papua Nugini. Di Indonesia sangat mudah tumbuh terutama di Kalimantan. Orang menyebutkannya sebagai “daun surga.” “Sedemikian mudahnya tumbuh dan perawatannya, maka bahkan para petani di sana, terutama di Kalimantan Barat itu lebih menyukai menanam kratom dari pada tanaman-tanaman yang lain termasuk karet. Pemerintah daerah setempat pun menghendaki atau berharap agar kratom tidak dilarang,”jelas Prof Mangestuti.
Menurut Prof Mangestuti, Kratom sudah digunakan oleh masyarakat setempat untuk pengobatan diri sendiri, self-medication, untuk mengatasi atau mengobati atau mereduksi rasa nyeri terutama nyeri pada otot.
“Nah, seiring dengan pemakaiannya secara berlanjut, mereka mulai merasakan kok ada rasa yang berbeda setelah mengkonsumsi Kratom. Rasa berbeda bagaimana? Energi meningkat, yang menyebabkan alertness atau kewaspadaan juga meningkat pada otak. Kemudian terjadi masalah yang berkaitan dengan menurunnya gangguan-gangguan emosi, misalnya depresi, stres, ansientas atau kecemasan, dan yang pasti relaksasi. Selain itu, yang tentu saja menjadi perhatian orang adalah meningkatnya nafsu makan dan aktivitas seksual,”ungkap Prof Mangestuti.
Lebih lanjut Prof Mangestuti menjelaskan bahwa di Thailand misalnya, masyarakat itu menghidangkan kratom pada tamu yang datang sebagai hidangan snack. Rasanya memang pahit, tapi mereka tambahkan gula atau pemanis lainnya agar berasa enak dan jangan lupa, satu hal yang harus saya sampaikan, Kratom ini ternyata membantu orang-orang yang mengalami masalah pada kehidupan sosial, bersosialisasi dengan masyarakat menjadi lebih berani. Dua negara, yaitu Malaysia dan Thailand, tercatat sebagai negara yang mencoba atau sudah mencoba menggunakan Kratom untuk mengganti opioid atau herbal yang bekerja sebagai opium atau untuk candu.
Bagaimana cara menggunakannya? Kratom itu sebenarnya adalah pohon, bisa mencapai tinggi 20 meter, daunnya lebar, cukup panjang, berwarna hijau yang gelap, dan bisa kita lihat urat-urat daunnya dengan jelas, jumlanya bisa sampai 12 sampai 17 urat daun yang terlihat dengan jelas. Bagaimana cara menggunakannya? Macam-macam, yang paling mudah pasti dikunyah, dikunyah daun segarnya. Sekarang orang sudah menggunakannya dalam bentuk teh, dipakai sebagai teh herbal atau teh kratom/teh daun kratom. Sekarang pun juga sudah ada orang yang menjualnya dalam bentuk serbuk dan dimasukan ke dalam kapsul atau bahkan sudah ada yang menjualnya dalam bentuk ekstrak.
Bagaimana efeknya? Dose dependent, tergantung dosis. Seperti kita ketahui memang kratom itu jenis tanamannya banyak. Artinya apa? Masing-masing jenis itu punya zat kandungan yang mungkin berbeda dan kadarnya pun berbeda. Tetapi pada umumnya begini, dosis rendah mulai timbul efek stimulasi. Energi mulai meningkat, kewaspadaan meningkat, alertness. Dosis makin meningkat, mulai timbul perasaan rileks, perasaan senang, nyeri berkurang, dan mulai timbul sedatif atau rasa kantuk. Ini adalah gejala-gejala yang sama dan dijumpai pada saat orang mengkonsumsi obat-obatan golongan narkotika terutama yang berasal dari herbal.
Bagaimana kerja zat kandungan itu tadi? Ternyata, walaupun masih harus dilakukan banyak penelitian, terbukti data yang ada menunjukkan bahwa zat-zat kandungan itu bekerja pada titik tangkap atau reseptor di otak yang sama seperti reseptor obat-obat narkotika golongan opioid. Jadi ini dikatakan bahwa memang sebetulnya dia kerjanya itu antagonis, melawan zat-zat kandungan golongan opioid atau opium tadi itu. Misalnya sebagai contoh, opium. Oleh karena itulah, maka ada pendapat yang mengatakan bahwa sebenarnya ada upaya yang menggunakan Kratom itu pada pengobatan orang-orang yang mengalami adiksi atau ketergantungan pada obat-obat golongan narkotika. Sekali lagi, ini juga masih harus penelitian lebih lanjut. Tapi, ada satu hal yang perlu saya sampaikan juga berdasarkan hasil penelitian bahwa masing-masing atau setiap senyawa-senyawa kandungan itu juga bekerja pada titik-titik tangkap yang lain, yang berhubungan dengan pembawa-pembawa pesan pada sistem saraf pusat, misalnya serotonin, dopamine. Ini adalah jenis-jenis neurotransmitter atau pembawa pesan yang menimbulkan rasa senang pada seseorang apa bila diransang, rasa senang, rileks, rasa nyaman dan gembira.
Apakah ada efek samping? Data memang masih sekali lagi harus dicari. Tetapi, pada umumnya dikatakan demikian, dosis ringan: mual, muntah, mengantuk, pusing. Dosis tinggi: mulai terjadi gangguan mental, tremor, kejang-kejang, lalu gangguan pada jantung, saluran pernafasan, saluran cerna. Apakah ada data kematian? Tidak banyak. Kalau toh ada, itu pasti karena penggunaannya bersama dengan obat-obat tertentu, terutama obat-obat yang berkaitan dengan depresan atau depresi. Pemakaian jangka panjang, data juga belum banyak. Tetapi, kalau data yang ada itu mengatakan bahwa itu akan berkaitan erat dengan gangguan pada fungsi liver. Lalu, pada ibu yang hamil, pada ibu hamil ini sekali lagi juga datanya belum banyak, tetapi ada kemungkinan terjadi keracunan pada bayinya, yaitu ketergantungan, tetapi bisa diobati. Kalau pun Kratom menyebabkan ketergantungan maka ada informasi dapat diatasi dengan obat-obatan yang memang digunakan untuk mengatasi kecanduan obat-obat golongan narkotika.
Lalu, apakah ada upaya pengembangan? Mengingat Kratom ini harus diakui punya potensi pemakaian secara turun-temurun, ada. Sudah dilakukan berbagai uji, termasuk uji pada hewan. Kemungkinan potensi pengembangannya untuk obat-obat antidepresan, dan untuk penghilang nyeri.
Menurut Prof Mangestuti, Kratom kalau digunakan secara tradisional dengan aturan turun-temurun untuk menimbulkan rasa senang, nyaman, untuk timbul energi bagi pekerja, mood enhancer, meningkatkan suasan hati, saya rasa aman. Masalahnya, adalah terjadi perubahan sekarang ini, perubahan yang semata-mata memenuhi kebutuhan konsumen sekarang. Berubah bentuk, bentuk serbuk, dimasukkan kapsul, bentuk ekstrak yang besar sekali kemungkinannya akan terjadinya overdosis atau dosis berlebih. Dosis berlebih pada penggunaan Kratom seperti yang saya katakan tadi sangat berbahaya, mengapa? Kerjanya langsung pada otak sebagai organ komando manusia.
“Oleh karena itu lah maka saya mendukung sepenuhnya langkah yang dilakukan atau diambil oleh Badan Pengawas Obat dan Makananan Republik Indonesia untuk melarang penggunaan Kratom dalam obat tradisional dan suplemen. Semata-mata ini diperlukan untuk mengatasi atau menghindari terjadinya penyalahgunaan seperti halnya obat-obat golongan narkotika,”pungkasnya