Loading
Met Office: Suhu Global 2026 Diperkirakan Lebih dari 1,4°C di Atas Pra-Industri. (Pixabay)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Kantor Meteorologi Inggris atau Met Office memproyeksikan tahun 2026 akan mencatat suhu global lebih dari 1,4 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Proyeksi ini menegaskan tren pemanasan global yang terus berlanjut akibat polusi bahan bakar fosil dan meningkatnya emisi gas rumah kaca.
Dalam prakiraan terbarunya, Met Office memperkirakan suhu rata-rata global pada 2026 berada di kisaran 1,34 hingga 1,58 derajat Celsius dibandingkan rata-rata periode 1850–1900. Angka tersebut sedikit lebih rendah dari rekor 1,55 derajat Celsius yang tercatat pada 2024, namun cukup untuk menempatkan 2026 sebagai salah satu dari empat tahun terpanas sejak pencatatan modern dimulai pada 1850.
Ilmuwan iklim Met Office, Adam Scaife, dilaporkan The Guardian, menyatakan bahwa tiga tahun terakhir kemungkinan telah melampaui ambang 1,4 derajat Celsius. Ia menambahkan, sebelum periode ini, suhu global belum pernah melebihi 1,3 derajat Celsius. Kondisi tersebut mencerminkan percepatan pemanasan global yang signifikan dalam waktu relatif singkat.
Pemanasan ini dipicu oleh akumulasi gas karbon dioksida dan gas penangkap panas lainnya yang membentuk lapisan seperti selimut di atmosfer Bumi. Dampaknya tidak hanya meningkatkan suhu rata-rata global, tetapi juga memperparah cuaca ekstrem dan meningkatkan risiko terjadinya titik kritis iklim yang berpotensi membawa dampak besar bagi ekosistem dan kehidupan manusia.
Kesepakatan Paris yang disepakati satu dekade lalu menargetkan pembatasan pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius pada akhir abad ini. Target tersebut dihitung berdasarkan rata-rata jangka panjang selama 30 tahun, sehingga secara teknis masih mungkin dicapai meskipun beberapa tahun atau bulan tertentu melampaui ambang tersebut.
Ilmuwan iklim Met Office lainnya, Nick Dunstone, mengatakan tahun 2024 menjadi periode pertama terjadinya lonjakan suhu sementara di atas 1,5 derajat Celsius. Menurutnya, proyeksi 2026 menunjukkan kondisi serupa berpotensi terulang, menandakan dunia semakin dekat dengan batas maksimum yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris.
Sementara itu, ilmuwan Uni Eropa menyebut tahun 2025 hampir pasti akan menjadi tahun terpanas kedua atau ketiga dalam sejarah. Data program Copernicus menunjukkan suhu rata-rata global dari Januari hingga November berada 1,48 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, setara dengan anomali suhu pada 2023.
Faktor alami seperti fenomena El Niño turut mendorong peningkatan suhu global pada 2023 dan 2024, sebelum kemudian bergeser ke kondisi La Niña yang lebih sejuk pada 2025. Namun, variasi alami ini terjadi di tengah latar belakang emisi gas rumah kaca yang terus meningkat akibat pembakaran bahan bakar fosil, kebakaran hutan, serta melemahnya kemampuan alam menyerap karbon.
Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Oktober lalu mencatat konsentrasi karbon dioksida di atmosfer mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Para ilmuwan memperingatkan bahwa kegagalan sistem penyerap karbon alami, seperti hutan dan lautan, dapat semakin mempercepat laju pemanasan global dalam beberapa dekade mendatang.