Selasa, 30 Desember 2025

Pemerintah Dorong DME untuk Percepat Transisi Energi Nasional


 Pemerintah Dorong DME untuk Percepat Transisi Energi Nasional Pemerintah Dorong DME Percepat Transisi Energi Nasional. (Antaranews/Antara/FB Anggoro)

JAKARTA, ARAHKITA.COM - Tenaga Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Satya Hangga Yudha Widya Putra meyakini Indonesia mampu melalui proses transisi energi dengan memanfaatkan bahan bakar dimetil eter atau DME. Bahan bakar ini dinilai memiliki peran strategis sebagai alternatif pengganti LPG yang selama ini masih bergantung pada impor.

Hangga menjelaskan DME yang diproduksi melalui proses gasifikasi batu bara dapat menjadi solusi vital untuk menjaga ketahanan energi nasional sekaligus mendukung transisi menuju sistem energi yang lebih berkelanjutan. Selain DME, pemerintah juga mendorong pemanfaatan compressed natural gas dan liquified natural gas guna menekan ketergantungan pada LPG impor.

Ia menekankan bahwa kebutuhan LPG di Indonesia tidak hanya berasal dari sektor rumah tangga, tetapi juga digunakan secara luas oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, nelayan, serta petani. Oleh karena itu, pengganti LPG harus mampu menjawab kebutuhan lintas sektor tersebut.

Dalam skala nasional, Hangga menyebut implementasi DME harus memenuhi empat syarat utama agar dapat diterima masyarakat. Faktor pertama adalah harga yang terjangkau, mengingat masyarakat masih sangat sensitif terhadap harga energi. Inovasi energi, menurutnya, harus tetap berpijak pada realitas daya beli masyarakat.

Syarat berikutnya adalah jaminan suplai DME yang didukung oleh infrastruktur memadai dan terintegrasi. Selain itu, akses terhadap DME harus dapat dijangkau secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk di wilayah terpencil.

Hangga menambahkan kesiapan pengembangan jaringan gas nasional juga menjadi faktor penting. Jaringan gas yang terintegrasi dinilai akan menjadi penopang utama bagi program DME sekaligus upaya berkelanjutan untuk mengurangi impor LPG.

Ia mengakui tantangan transisi energi di Indonesia cukup kompleks karena kondisi geografis sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.500 pulau. Kondisi tersebut menimbulkan kendala logistik dan integrasi infrastruktur antarpulau yang berbeda dengan negara-negara benua.

Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah telah menetapkan Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan nilai tambah dan daya saing sumber daya alam, termasuk di sektor energi.

Hangga, dilansir Antara, menjelaskan hilirisasi batu bara diwujudkan melalui proses gasifikasi menjadi DME, namun cakupan hilirisasi tidak terbatas pada sektor energi saja. Program ini juga mencakup pembangunan smelter di sektor mineral sebagai bagian dari strategi nasional.

Ia menegaskan keberhasilan transisi energi sangat bergantung pada sinergi dan sinkronisasi lintas kementerian dan lembaga. Keppres tersebut diharapkan mampu menghilangkan hambatan regulasi dan memperlancar implementasi kebijakan transisi energi nasional.

Selain dukungan kebijakan, proyek transisi energi berskala besar juga membutuhkan dukungan fiskal dan moneter yang signifikan, baik dari dalam maupun luar negeri. Hangga menekankan bahwa pencapaian target nol emisi pada 2060 hanya dapat terwujud melalui kerja sama kolektif seluruh pemangku kepentingan.

Menurutnya, inovasi dan riset energi tidak akan berarti tanpa dukungan harga yang terjangkau serta komitmen bersama dari pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.

Editor : Lintang Rowe

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Green Economy Insight Terbaru