Loading
Direktur Transformasi dan Keberlanjutan Bisnis Pertamina Agung Wicaksono dalam "CEO Talks Session", di Paviliun Indonesia, Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-30 (COP30), di Belèm, Brasil, Selasa (11/11/2025). ANTARA/Anita Permata Dewi
BELEM, ARAHKITA.COM — PT Pertamina memanfaatkan momentum Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) di Belém, Brasil, untuk menggali langsung pengalaman sukses Brasil dalam mengembangkan bahan bakar ramah lingkungan berbasis bioetanol.
“Brasil adalah contoh nyata negara yang berhasil menjadikan etanol sebagai energi strategis nasional,” ujar Agung Wicaksono, Direktur Transformasi dan Keberlanjutan Bisnis Pertamina, dalam sesi CEO Talks di Paviliun Indonesia, Selasa (11/11/2025) waktu setempat.
Menurut Agung, penggunaan bioetanol bukan sekadar solusi energi bersih, tapi juga membuka peluang besar bagi ketahanan energi dan kesejahteraan masyarakat. “Etanol mampu memperkuat ekonomi lokal sekaligus menekan ketergantungan terhadap impor bahan bakar fosil,” jelasnya.
Belajar dari Negeri Tebu
Pertamina berencana menjajaki kerja sama dengan sejumlah perusahaan bioetanol di Brasil yang telah lama memanfaatkan tebu sebagai bahan baku utama.
“Kami akan melakukan serangkaian pertemuan bisnis dengan perusahaan bioetanol di sini, untuk melihat secara langsung bagaimana mereka membangun rantai nilai energi hijau dari pertanian tebu,” tutur Agung dikutip Antara.
Ia menambahkan, model ekonomi berbasis bioetanol di Brasil terbukti memberi dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Petani lokal menikmati nilai tambah dari produksi tebu, sementara industri energi nasional mendapat pasokan bahan bakar nabati yang stabil.
Langkah Menuju Net Zero 2060
Kehadiran Pertamina di ajang COP30 menjadi bukti komitmen nyata BUMN energi ini untuk mencapai net zero emission pada 2060.Partisipasi aktif dalam forum global tersebut juga menjadi bagian dari strategi diplomasi hijau Indonesia—menghubungkan dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat dalam transisi menuju ekonomi rendah karbon.
Konferensi COP30 sendiri berlangsung pada 10–21 November 2025. Selama dua pekan, Paviliun Indonesia di Belém tampil sebagai etalase diplomasi hijau yang menampilkan berbagai inisiatif lintas sektor, mulai dari kehutanan, energi terbarukan, industri, hingga pengelolaan limbah.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa diplomasi lingkungan kini telah memasuki babak baru.“Diplomasi lingkungan tidak lagi berhenti di meja negosiasi. Ini saatnya implementasi nyata. Indonesia siap berjalan di garis depan menuju masa depan yang berkeadilan dan rendah emisi,” ujar Hanif.
Dengan desain yang memadukan unsur budaya dan keberlanjutan, Paviliun Indonesia menjadi simbol harmoni antara manusia dan alam, sekaligus mencerminkan semangat kepemimpinan Indonesia dalam menghadapi krisis iklim global.