Loading
Duta Besar Kanada untuk Indonesia, Jess Dutton, dalam wawancara khusus dengan ANTARA di Jakarta, Senin (10/11/2025). (ANTARA/Kuntum Riswan.)
JAKARTA, ARAHKITA.COM — Peluang kolaborasi hijau terbuka lebar antara Indonesia dan Kanada. Pemerintah Kanada menyatakan siap bekerja sama dalam pengembangan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage/CCS) sebagai langkah menuju transisi energi bersih dan rendah emisi.
Dalam wawancara dengan Antara di Jakarta, Duta Besar Kanada untuk Indonesia Jess Dutton menegaskan bahwa negaranya memiliki pengalaman panjang dalam pengembangan teknologi CCS. Saat ini, Kanada tercatat sebagai salah satu dari lima besar negara di dunia yang paling maju di bidang tersebut, dengan delapan proyek aktif dari sekitar 70 proyek CCS global.
“Kanada terbuka untuk berbagi pengalaman dan membangun kerja sama dengan Indonesia, yang juga menunjukkan komitmen kuat terhadap pengurangan emisi melalui teknologi CCS,” ujar Dutton.
Ia menjelaskan, meski Kanada memiliki industri minyak dan gas yang kuat, tantangan terbesar adalah menyeimbangkan kebutuhan energi dengan upaya menekan emisi karbon. Salah satu solusi yang ditempuh adalah investasi besar pada teknologi ramah lingkungan seperti CCS, yang di Kanada didukung oleh kondisi geologi yang sesuai.
Menurut Dutton, kondisi geologi Indonesia memang berbeda, namun peluang kerja sama lintas teknologi tetap besar, baik dalam pengembangan proyek CCS maupun investasi energi bersih secara lebih luas.
Baca juga:
Danantara Siapkan 33 Proyek Waste to Energy, Dorong Indonesia Capai Net Zero Emission 2060“Lewat kemitraan strategis dan dukungan lembaga multilateral, kita bisa bersama-sama mempercepat teknologi penyimpanan karbon agar dunia semakin hijau,” tambahnya dikutip Antara.
Indonesia dan Target Emisi Nol Bersih
Teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) serta Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) kini menjadi bagian penting dalam strategi Net Zero Emission (NZE) 2060 yang dicanangkan pemerintah Indonesia.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, penyimpanan karbon berperan penting dalam menekan emisi dari industri sulit dikurangi seperti semen, baja, dan petrokimia. Pemerintah bahkan menargetkan 15 proyek CCS dan CCUS beroperasi pada tahun 2030.
Potensi penyimpanan karbon di Indonesia sangat besar — mencapai 577,62 gigaton, yang terdiri atas 4,85 gigaton dari lapangan minyak dan gas yang sudah habis serta 572,77 gigaton dari lapisan akuifer asin. Angka tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan potensi penyimpanan karbon terbesar di dunia.
Kerja sama dengan Kanada diharapkan tidak hanya mempercepat penerapan teknologi ini, tetapi juga meningkatkan kapasitas SDM dan investasi di sektor energi hijau.
Kemitraan Indonesia–Kanada dalam teknologi penyimpanan karbon membuka babak baru dalam diplomasi hijau kedua negara. Dengan pengalaman Kanada dan potensi geologi Indonesia, kolaborasi ini dapat menjadi model kerja sama internasional untuk mempercepat transisi menuju ekonomi rendah karbon dan masa depan energi bersih.