Loading
Direktur Bank Sampah Pegadaian Sepinggan Balikpapan, Kalimantan Timur, Abdul Rahman menunjukkan buku tabungan bank sampah dan Bank Emas Pegadaian. ANTARA/Narwati/am.
Community & Local Voices – Green Economy Insight
PERUBAHAN menuju ekonomi hijau tidak hanya lahir dari kebijakan besar, tetapi juga dari aksi nyata komunitas di tingkat lokal. Melalui rubrik Community & Local Voices, Arahkita menghadirkan kisah-kisah inspiratif dari masyarakat yang mengubah cara pandang terhadap lingkungan sekaligus membuka peluang ekonomi baru.
Salah satunya datang dari Balikpapan, di mana Abdul Rahman bersama Bank Sampah Kota Hijau membuktikan bahwa sampah rumah tangga bukanlah akhir dari segalanya. Dengan inovasi sederhana, limbah yang biasanya terbuang bisa diubah menjadi tabungan emas yang bernilai bagi masa depan.
Dari Limbah Jadi Tabungan
Bagi Abdul Rahman, pengurus Bank Sampah Kota Hijau Balikpapan, sampah bukan sekadar limbah rumah tangga. Baginya, sampah adalah pintu masuk untuk membangun kesadaran masyarakat sekaligus peluang investasi jangka panjang.
Sejak lima tahun terakhir, pria yang akrab disapa Pak Rahman ini setia menggerakkan program Bank Sampah Induk Kota Hijau yang bermitra dengan PT Pegadaian. Melalui gerakan “memilah sampah menabung emas”, ia mengajak warga agar tidak lagi membuang sampah sembarangan, melainkan menukarnya menjadi tabungan emas yang bernilai.
Cara Kerja Bank Sampah Emas
Konsepnya sederhana. Sampah kering seperti botol plastik, kardus, kertas, hingga karung ditimbang di bank sampah. Nilai sampah tersebut dicatat dalam buku tabungan nasabah. Begitu saldo mencapai Rp25 ribu, tabungan itu bisa langsung dikonversi menjadi emas di Pegadaian.
“Dulu sampah dianggap tidak berguna, sekarang justru bisa jadi aset masa depan,” ujar Rahman.
Hingga kini, lebih dari 2.650 nasabah aktif menabung lewat bank sampah ini, dengan sekitar 600 di antaranya sudah memiliki tabungan emas. Kisah sukses pun bermunculan. Salah satunya seorang ibu rumah tangga yang mampu membiayai kebutuhan sekolah anaknya hanya dari emas hasil menukar sampah.
Lebih dari Sekadar Menabung
Bagi Rahman, tujuan utamanya bukan semata-mata soal tabungan, melainkan perubahan perilaku. Ia ingin masyarakat terbiasa memilah sampah sejak dari rumah.
“Kalau perilaku ini sudah terbentuk, manfaatnya bukan hanya tabungan emas, tapi juga lingkungan yang lebih sehat,” jelasnya.
Gerakan ini pun memberi dampak sosial. Nasabah merasa dihargai karena aktivitas kecil mereka sehari-hari ikut berkontribusi bagi masa depan keluarga. Dari sisi lingkungan, volume sampah yang berakhir di TPA berkurang signifikan.
Dari Edukasi ke Inovasi
Bank Sampah Kota Hijau sudah berdiri sejak 2012 dan menjadi salah satu pionir gerakan lingkungan di Kalimantan Timur. Dengan wilayah kerja hingga Samboja, lembaga ini pernah meraih predikat Bank Sampah Terbaik 2022.
Titik balik besar terjadi saat Pegadaian meluncurkan program The Gade Clean and Gold pada 2019. Dari sinilah Rahman melihat peluang bahwa sampah bisa menjadi sumber kesejahteraan. Pegadaian tidak hanya memberikan fasilitas kendaraan dan perlengkapan kerja, tapi juga pembinaan berkelanjutan Kini, Bank Sampah Kota Hijau mulai mengembangkan program The Gade Integrated Farming dengan memanfaatkan sampah organik menjadi kompos dan pupuk. Lahan-lahan kecil yang dulu dipenuhi sampah kini hijau oleh tanaman hasil olahan kompos tersebut.
“Sampah organik itu paling banyak dibuang. Kalau diolah, bukan hanya mengurangi timbulan sampah, tapi juga mendukung ketahanan pangan,” kata Rahman dikutip Antara.
Dampak Ekonomi yang Nyata
Keberhasilan program ini juga tercermin dalam tren investasi emas. Hingga 29 September 2025, harga emas sudah mencapai Rp2,29 juta per gram. Kenaikan ini membuat tabungan emas dari sampah semakin menjanjikan.
Tak heran, penjualan emas di Pegadaian Kanwil IV Balikpapan juga melonjak. Total penjualan emas naik 338,19 kilogram atau tumbuh 209,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2024.
Menurut Pimpinan Wilayah PT Pegadaian Kanwil IV Balikpapan, Rinaldi Lubis, lonjakan ini mencerminkan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap produk Pegadaian, khususnya di Balikpapan, Samarinda, Banjarmasin, Pontianak, dan Tarakan.
Sampah adalah Emas Tersembunyi
Bagi Rahman, mengelola sampah bukan hanya soal ekonomi, tapi juga misi sosial dan lingkungan. Ia bahkan menyebut, “Kalau tambang emas bisa merusak alam, menambang sampah justru menyelamatkan lingkungan.”
Lebih dari satu dekade berjalan, Bank Sampah Kota Hijau membuktikan bahwa sampah tidak harus jadi masalah abadi. Dengan inovasi, kolaborasi, dan semangat perubahan, sampah bisa bertransformasi menjadi sumber daya berharga.
Dan bagi Abdul Rahman, tabungan emas dari sampah bukan sekadar investasi, melainkan simbol harapan bahwa masyarakat bisa lebih sejahtera sekaligus menjaga bumi tetap hijau.