Selasa, 30 Desember 2025

5 Tuntutan Orang Muda Indonesia untuk Selamatkan Bumi


 5 Tuntutan Orang Muda Indonesia untuk Selamatkan Bumi Ilustrasi - Krisis iklim kian nyata: polusi udara meningkat, suhu global melonjak, dan bencana iklim makin sering menghantui. Di tengah kondisi ini, suara orang muda Indonesia menggema. (Foto: Istimewa)

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Krisis iklim kian nyata: polusi udara meningkat, suhu global melonjak, dan bencana iklim makin sering menghantui. Di tengah kondisi ini, suara orang muda Indonesia menggema. Mereka menuntut langkah cepat dan nyata dari pemerintah agar bumi tetap layak huni, baik untuk generasi sekarang maupun yang akan datang.

Hal itu disuarakan dalam Local Conference of Children and Youth Indonesia 2025 (LCOY Indonesia 2025) yang digelar pada 25 Agustus lalu. Acara ini menghadirkan ratusan perwakilan anak dan pemuda dari berbagai daerah, termasuk Gispa Ferdinanda dari Papua dan Lungli Rewardny Supit dari Sulawesi Utara yang menjadi delegasi termuda.

Dari forum ini lahirlah National Children and Youth Statement 2025, sebuah deklarasi berisi lima permintaan utama orang muda kepada pemerintah. Deklarasi ini juga akan dibawa ke forum global COP30 di Brasil, November mendatang.

Lalu, apa saja tuntutan mereka?

1. Dengarkan Suara Orang Muda

Bagi generasi muda, keterlibatan mereka dalam kebijakan iklim masih sebatas simbolis. Lungli, pelajar 16 tahun dari Sulut, mengaku sering merasa hanya dijadikan “pajangan” dalam forum resmi.

“Kami ada di ruangan itu, tapi suara kami tidak pernah benar-benar masuk dalam keputusan,” ujarnya.

Mereka berharap partisipasi anak muda tidak lagi sekadar formalitas, melainkan benar-benar dipertimbangkan sejak perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kebijakan.

2. Wujudkan Kebijakan Berkeadilan Iklim

Krisis iklim tidak berdampak sama bagi semua orang. Kelompok rentan—seperti masyarakat adat, penyandang disabilitas, hingga nelayan—sering kali menanggung beban lebih besar.

Karena itu, orang muda mendesak pengesahan RUU Keadilan Iklim dan RUU Masyarakat Adat agar kebijakan benar-benar melindungi mereka. Seperti ditegaskan Gispa, “Kebijakan harus mengikat, bukan hanya aksi yang mudah dilupakan.”

3. Segera Beralih ke Energi Bersih

Transisi energi dari fosil ke terbarukan dianggap mendesak. “Bukan waktunya lagi membangun PLTU baru. Kalau Vietnam bisa melampaui kita dalam energi terbarukan, kenapa Indonesia tidak bisa?” kata Ginanjar Ariyasuta, Koordinator Climate Rangers.

Papua disebut memiliki potensi besar untuk PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya). Dengan energi matahari melimpah, masyarakat bisa mandiri listrik sekaligus mengurangi ketergantungan pada PLN.

4. Hentikan Pendanaan Proyek Kotor

Meski berbicara soal energi terbarukan, pemerintah masih menggelontorkan dana besar ke proyek berbasis batubara. Padahal, menurut orang muda, dana tersebut bisa dialihkan untuk instalasi PLTS yang lebih ramah lingkungan.

Ginanjar menekankan pentingnya solusi berbasis komunitas, seperti PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro) yang sudah berhasil di Kulonprogo dan Sukabumi. Energi yang sebelumnya dikuasai elite, kini bisa dikelola langsung oleh masyarakat.

5. Jangan Abaikan Solusi dari Orang Muda

Anak muda punya ide segar, tapi sering kali minim akses untuk mewujudkannya. Karena itu, mereka mendorong pembentukan lembaga seperti Youth Climate Council yang memberi ruang sekaligus anggaran agar ide-ide tersebut bisa dijalankan.

“Pendidikan iklim juga penting dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Generasi muda harus dibekali pemahaman agar siap menjadi pemimpin yang peduli pada krisis iklim,” kata Ginanjar.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Green Economy Insight Terbaru