Loading
Aktivis sosial dan budaya, Simply da Flores . (Foto: Dok. Pribadi)
GLOBAL HARMONY | VOICES OF PEACE
Oleh: Simply da Flores
PERDAMAIAN selalu menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Berbagai upaya ditempuh: pertemuan tingkat tinggi, publikasi internasional, forum lintas agama, hingga diplomasi budaya. Namun kenyataan menunjukkan dunia masih jauh dari kata tenang. Konflik terjadi di banyak wilayah, kemiskinan belum teratasi, dan ketidakadilan tetap menghantui. Bahkan di ruang digital, iri, dengki, dan ujaran kebencian mudah menyebar tanpa batas.
Baca juga:
Berdoa dan Menulis Lagu PerdamaianLalu, mengapa jembatan perdamaian yang dibangun seolah belum bekerja optimal? Apakah upaya yang ada belum cukup, atau justru kita belum memaksimalkan potensi kolaborasi di antara kita?
Jembatan Dialog Antaragama
Agama-agama besar dunia—Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu—memiliki pengaruh besar terhadap cara masyarakat memaknai kehidupan. Selain itu, di banyak negara, terdapat aliran kepercayaan lokal yang mengakar kuat dalam budaya dan tradisi.
Keberagaman inilah yang menegaskan betapa pentingnya membangun jembatan dialog antaragama. Hidup berdampingan secara damai bukan sekadar cita-cita, tetapi kebutuhan mutlak. Dialog dapat membuka ruang saling memahami, menyingkap perbedaan, dan menemukan titik temu sebagai sesama manusia.
Jembatan ini tidak mungkin kokoh tanpa dukungan kebijakan negara, lembaga akademik, organisasi sosial, dan para pemimpin komunitas. Semua pihak memiliki peran dalam merawat ruang diskusi yang sehat dan saling menghargai.
Jembatan Dialog Seni, Budaya, dan Olahraga
Seni dan olahraga memiliki kekuatan unik: keduanya mampu mempersatukan orang tanpa memandang latar belakang. Musik, misalnya, menjadi bahasa universal yang bisa melintasi suku, negara, bahkan agama. Seorang musisi dapat memiliki penggemar dari benua manapun, berkat konektivitas digital masa kini.
Demikian pula olahraga—dari sepak bola hingga bulutangkis—sering kali menjadi ruang persaudaraan global. Ketika pertandingan berlangsung, batas-batas negara seolah menghilang dan yang tampak hanyalah semangat kebersamaan.
Karena itu, seni, budaya, dan olahraga dapat menjadi jembatan dialog yang ampuh. Ia tidak hanya menciptakan ruang interaksi, tetapi juga membangun empati dan kedekatan yang menjadi fondasi perdamaian.
Jembatan Dialog Antarnegara
Kebijakan politik suatu negara sangat menentukan apakah rakyat hidup dalam damai atau sebaliknya. Setiap negara membangun hubungan diplomatik—baik dalam lingkup regional, ekonomi, keamanan, hingga keanggotaan di organisasi dunia seperti PBB.
Hubungan-hubungan ini menjadi wadah penting untuk memperkuat jembatan dialog, terutama ketika dunia menghadapi tantangan bersama seperti perang, krisis kemanusiaan, atau bencana global. Namun pertanyaannya tetap sama: mengapa konflik masih terjadi?
Jawabannya mungkin terletak pada komitmen bersama yang belum sepenuhnya kuat. Tantangan global tidak bisa diatasi dengan upaya satu negara saja. Butuh kerja sama, kejujuran politik, dan keberanian untuk menempatkan kemanusiaan di atas kepentingan sempit.
Jembatan Dialog di Era Media Digital
Kehadiran teknologi digital membuka peluang dan tantangan sekaligus. Di satu sisi, informasi mengalir begitu cepat, memberikan ruang bagi orang untuk belajar, berdiskusi, dan terhubung tanpa batas. Namun di sisi lain, kesenjangan digital antarpribadi maupun antarnegara masih besar. Tidak semua orang memiliki akses atau literasi digital yang memadai.
Banjir informasi juga sering memunculkan kesalahpahaman dan polarisasi. Namun teknologi tetap memiliki potensi besar sebagai jembatan dialog—jika digunakan dengan bijak dan inklusif.
Tantangannya adalah bagaimana memanfaatkan media digital untuk memperluas ruang kolaborasi, bukan memupuk perpecahan. Bagaimana memastikan informasi yang beredar membawa damai, bukan ketakutan.
Menapak Jalan Harmoni Bersama
Semua bentuk jembatan dialog—agama, budaya, negara, hingga digital—adalah simpul-simpul yang dapat mengikat kita sebagai satu keluarga besar: umat manusia.Semoga setiap pribadi, kelompok, organisasi, dan negara dapat memaksimalkan potensi ini. Dengan begitu, harapan akan dunia yang damai dan harmonis bukan sekadar slogan, tetapi kenyataan yang kita bangun bersama.
We are one, human being. We need peace for all, for a humanity life.
Penulis adalah vAktivis Sosial dan Budaya, tinggal di Jakarta