Loading
SHENZHEN, TIONGKOK, bukan hanya terkenal sebagai kota inovasi dan teknologi, tetapi juga tempat di mana interaksi manusia dan robot tampak begitu alami. Begitu alami, hingga kejadian seperti "memberi jalan kepada robot di lift" menjadi hal yang lumrah. Itulah pengalaman menarik yang dibagikan oleh Prof. Tjandra Yoga Aditama, pakar kesehatan publik dan Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, saat menghadiri The 2025 International Symposium for One Health Research and Practice di Shenzhen.
Dalam perjalanannya ke kota yang menjadi episentrum pengembangan teknologi di Tiongkok ini, Prof. Tjandra sempat menyaksikan langsung bagaimana robot telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari—mulai dari hotel hingga rumah sakit.
“Awalnya saya tak terlalu terkejut saat melihat robot lalu-lalang di hotel tempat saya menginap, maupun di Shenzhen Third People's Hospital, lokasi simposium. Tapi dua kejadian berikutnya cukup menggelitik logika saya,” kenangnya.
Lift Berhenti untuk Robot
Salah satu momen tak terlupakan terjadi ketika Prof. Tjandra bersama beberapa rekan turun dari lantai sembilan menggunakan lift. Tanpa ada yang menekan tombol lantai lima, lift tiba-tiba berhenti di lantai tersebut. Ketika pintu terbuka, tidak ada satu manusia pun yang terlihat—melainkan sebuah robot yang “memesan” lift itu untuk dirinya sendiri.
“Rupanya sang robot inilah yang memanggil lift. Entah bagaimana caranya, tapi dia berhasil menghentikan lift dan dengan percaya diri menunggu di depan pintu,” ujarnya sambil tertawa.
Lebih menarik lagi, meskipun lift sudah cukup penuh, robot itu tetap masuk. Tanpa memedulikan keraguan para penumpang, ia meluncur masuk ke dalam ruang sempit itu. Mau tak mau, manusia yang ada di dalam lift harus menyingkir ke sisi, memberi jalan bagi “penumpang” tak biasa ini.
“Dengan tenang, robot itu berdiri di tengah lift hingga kami semua sampai di lantai dasar. Saya bahkan tidak tahu ke mana tujuannya selanjutnya.”
Kejadian ini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal bagaimana ruang publik mulai berubah dan bagaimana manusia harus mulai beradaptasi dengan kehadiran entitas non-manusia yang punya logika dan “tata krama” sendiri.
Dari Parkir Motor Listrik hingga Sarung Tangan Plastik
Selain kisah tentang robot, ada pula dua hal lain yang menurut Prof. Tjandra layak dicermati dan bisa menjadi inspirasi bagi kota-kota di Indonesia.
Pertama, di Shenzhen—seperti di banyak kota besar di Tiongkok—penggunaan kendaraan listrik seperti skuter, motor, dan sepeda sangat masif. Yang menarik, rumah sakit di sana menyediakan area parkir khusus tepat di gerbang masuk. Ini tak hanya mempermudah pengunjung, tetapi juga menunjukkan keseriusan dalam mendorong mobilitas ramah lingkungan.
Kedua, soal kebersihan dalam menyantap makanan. Ketika menerima kotak makanan ringan di rumah sakit, Prof. Tjandra terkejut menemukan bahwa selain makanan dan minuman, juga disertakan sepasang sarung tangan plastik. “Tujuannya jelas, supaya kita bisa makan dengan bersih,” katanya. Hal serupa ia temukan saat makan malam bersama istri di toko roti—lagi-lagi ada roti, minuman, dan dua sarung tangan plastik di atas meja.
“Kebiasaan kecil ini mencerminkan perhatian pada higienitas dan kenyamanan. Mungkin ini bisa jadi bahan pertimbangan untuk diterapkan juga di negara kita,” tambahnya.
Robot di Masa Depan: Bukan Lagi Fiksi
Apa yang dulu hanya muncul di film fiksi ilmiah, kini telah menjadi bagian dari realitas. Pengalaman Prof. Tjandra di Shenzhen menunjukkan bahwa masa depan itu bukan nanti—ia sedang berlangsung sekarang.
Teknologi robotik, kendaraan listrik, hingga etika baru dalam interaksi manusia dan mesin, semua itu adalah bagian dari ekosistem cerdas yang sedang dibentuk. Dan kita, sebagai manusia, tak hanya menjadi penonton—tetapi juga harus siap menjadi mitra dan bahkan memberi jalan bagi mereka yang tidak berbicara, tetapi bisa memanggil lift dengan presisi.