Selasa, 30 Desember 2025

Ekosistem Pengupahan Perlu Dibenahi, Apindo Ajak Perkuat Dialog Perusahaan–Pekerja


 Ekosistem Pengupahan Perlu Dibenahi, Apindo Ajak Perkuat Dialog Perusahaan–Pekerja Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam ditemui di Jakarta, Selasa (25/11/2025). ANTARA/Muzdaffar Fauzan

JAKARTA, ARAHKITA.COM — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menekankan pentingnya memperkuat dialog bipartit antara perusahaan dan pekerja untuk menghasilkan penyesuaian upah yang benar-benar mencerminkan kondisi usaha di Indonesia.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, menjelaskan bahwa kesejahteraan pekerja tidak hanya mengandalkan besaran upah minimum, tetapi pada ekosistem pengupahan yang menyeluruh—mulai dari peningkatan produktivitas, kompetensi SDM, hingga mobilitas karier.

Menurut Bob, kenaikan upah yang sehat hanya bisa terjadi bila diiringi peningkatan produktivitas. Pekerja yang terus meningkatkan keterampilan akan memiliki peluang karier lebih baik dan potensi pendapatan yang lebih besar. Di sisi lain, perusahaan juga mendapatkan manfaat berupa daya saing yang lebih kuat.

Bob kembali menegaskan bahwa fungsi utama upah minimum adalah jaring pengaman bagi pekerja berpenghasilan rendah, sehingga tidak dapat dijadikan standar upah universal di semua sektor dan wilayah.

Ia juga menyoroti peran pemerintah dalam menyediakan sarana pendukung pekerja seperti transportasi publik, hunian terjangkau dekat kawasan industri, fasilitas kesehatan, dan pendidikan. Menurutnya, investasi negara pada infrastruktur pekerja dapat membantu menurunkan biaya hidup tanpa membebani struktur upah perusahaan.

Tak hanya itu, Bob mendorong penguatan jaminan sosial serta kebijakan perpajakan yang berpihak pada pekerja berpenghasilan rendah. Peningkatan layanan BPJS pun perlu dilakukan tanpa menambah beban iuran tenaga kerja.

Apindo menilai bahwa penataan ulang kebijakan upah minimum berbasis data pasar tenaga kerja akan membantu mengembalikan Kaitz Index ke level ideal di bawah 1—situasi yang umum di negara berkembang yang masih fokus memperluas lapangan kerja formal. Penyesuaian ini diyakini mampu meningkatkan inklusi pasar kerja dan menjaga keberlanjutan penciptaan pekerjaan.

Selain itu, Apindo mencatat bahwa dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan produktivitas nasional hanya berkisar 1,5–2 persen, sementara tekanan kenaikan upah minimum jauh lebih tinggi, yaitu di rentang 6,5–10 persen. Ketimpangan ini menjadi tantangan yang harus diatasi melalui pendekatan kebijakan yang lebih proporsional.

Di lain pihak, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sedang merumuskan konsep baru penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026. Berbeda dari tahun sebelumnya, besaran UMP pada tahun mendatang tidak akan disajikan dalam satu angka tunggal dan juga tidak diumumkan pada 21 November seperti yang diamanatkan PP 36/2021.

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menyampaikan bahwa pemerintah perlu menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 Tahun 2023—yang meminta penetapan upah mempertimbangkan kebutuhan hidup layak. Karena itu, Kemnaker membentuk tim khusus untuk menghitung dan mengestimasi kebutuhan hidup layak secara lebih akurat dikutip Antara.

Yassierli juga mengakui adanya ketimpangan upah minimum antarwilayah, baik pada level kabupaten/kota maupun provinsi. Penyusunan ulang skema UMP diharapkan mampu mengurangi disparitas tersebut dan menciptakan standar pengupahan yang lebih adil di seluruh daerah.

 

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru