Selasa, 30 Desember 2025

Rupiah Melemah, Kekhawatiran Tunda Pemangkasan Suku Bunga AS Jadi Pemicu


 Rupiah Melemah, Kekhawatiran Tunda Pemangkasan Suku Bunga AS Jadi Pemicu Nilai tukar rupiah kembali melemah di tengah meningkatnya kekhawatiran pasar global terhadap kebijakan suku bunga Amerika Serikat (AS. (Antaranews)

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Nilai tukar rupiah kembali melemah di tengah meningkatnya kekhawatiran pasar global terhadap kebijakan suku bunga Amerika Serikat (AS). Pada pembukaan perdagangan Rabu (5/11/2025), rupiah tercatat turun 25 poin atau sekitar 0,15 persen ke level Rp16.733 per dolar AS, dari posisi sebelumnya di Rp16.708 per dolar AS.

Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, menjelaskan bahwa pelemahan rupiah kali ini dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap potensi penundaan siklus pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).

“Pernyataan sejumlah pejabat The Fed yang menurunkan ekspektasi pemangkasan suku bunga membuat rupiah mengalami tekanan,” ujar Josua di Jakarta.

Dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang berlangsung pada 29 Oktober 2025, The Fed memang telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, dari sebelumnya 4–4,25 persen menjadi kisaran 3,75–4 persen.

Namun, Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa belum ada kepastian mengenai penurunan suku bunga lanjutan. Powell menyebut, keputusan berikutnya akan sangat bergantung pada data ekonomi terbaru yang akan dibahas dalam rapat FOMC selanjutnya pada 9–10 Desember 2025.

Sejak pengumuman tersebut, ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga tambahan di AS turun signifikan, dari sekitar 94 persen menjadi hanya 65 persen. Kondisi ini menandakan meningkatnya sikap hati-hati para pelaku pasar.

“Tekanan terhadap rupiah semakin besar karena munculnya pandangan skeptis di kalangan pembuat kebijakan The Fed soal perlunya penurunan suku bunga tambahan,” tambah Josua.

Selain faktor eksternal, pasar juga menunggu rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III 2025 dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang akan diumumkan siang ini.

“Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sedikit melambat menjadi 5,04 persen secara tahunan, dari 5,12 persen di kuartal sebelumnya. Hal ini terutama karena perlambatan pada Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang tercermin dari penurunan penjualan semen dan impor barang modal,” jelas Josua dikutip Antara.

Pelemahan rupiah ini menunjukkan bahwa pasar global masih sangat sensitif terhadap arah kebijakan moneter AS. Sementara itu, pelaku pasar di Tanah Air akan terus mencermati data ekonomi domestik dan langkah stabilisasi dari Bank Indonesia untuk menjaga kestabilan nilai tukar.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru