Rabu, 31 Desember 2025

Permintaan Kredit Masih Lesu, BI: Dunia Usaha Pilih Tunggu dan Lihat


 Permintaan Kredit Masih Lesu, BI: Dunia Usaha Pilih Tunggu dan Lihat Tangkapan layar Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (tengah atas) memaparkan materi konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Oktober 2025 secara daring, di Jakarta, Rabu (22/10/2025). ANTARA/Rizka Khaerunnisa

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Bank Indonesia (BI) mencatat permintaan kredit belum menunjukkan tanda-tanda penguatan yang signifikan. Banyak pelaku usaha masih bersikap wait and see di tengah situasi ekonomi global yang belum sepenuhnya stabil.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, kondisi ini juga dipengaruhi oleh masih tingginya suku bunga kredit dan kecenderungan perusahaan menggunakan dana internal untuk pembiayaan kegiatan usahanya.

“Pertumbuhan kredit perbankan perlu terus ditingkatkan agar bisa menopang laju pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Rabu (22/10/2025).

Pertumbuhan Kredit Masih di Kisaran 7 Persen

Per September 2025, pertumbuhan kredit perbankan tercatat sebesar 7,70 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka ini sedikit naik dibandingkan 7,56 persen yoy pada Agustus 2025, namun dinilai masih belum cukup kuat untuk mendorong ekspansi ekonomi.

BI mencatat, masih banyak fasilitas pinjaman yang belum digunakan atau undisbursed loan, dengan nilai mencapai Rp2.374,8 triliun, atau 22,54 persen dari total plafon kredit yang tersedia. Kondisi ini paling besar terjadi di sektor perdagangan, industri, dan pertambangan, terutama untuk jenis kredit modal kerja.

Likuiditas Bank Masih Aman

Dari sisi penawaran, kondisi likuiditas perbankan masih terjaga. Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) tercatat sebesar 29,29 persen, sementara DPK tumbuh 11,18 persen yoy pada September 2025.

Kuatnya posisi likuiditas ini juga didukung oleh kebijakan pemerintah yang menempatkan dana pada sejumlah bank besar, serta langkah BI dalam melonggarkan likuiditas dan memberikan insentif kebijakan makroprudensial.

Kredit Konsumsi dan UMKM Masih Melambat

Meski bank memiliki ruang pembiayaan yang cukup, penyaluran kredit masih berhati-hati. BI mencatat, pertumbuhan kredit modal kerja dan kredit konsumsi justru melambat menjadi 3,37 persen dan 7,42 persen yoy, sedangkan kredit investasi tumbuh lebih tinggi hingga 15,18 persen yoy.

Sementara itu, kredit UMKM hanya naik 0,23 persen yoy, dan pembiayaan syariah tumbuh 7,55 persen yoy. BI memperkirakan, pertumbuhan kredit pada 2025 akan berada di kisaran bawah target 8–11 persen, dan baru akan meningkat pada 2026.

Perbankan Tetap Kuat dan Aman

Dari sisi ketahanan, industri perbankan nasional masih solid. Rasio kecukupan modal (CAR) naik menjadi 26,03 persen pada Agustus 2025, menunjukkan kemampuan bank dalam menyerap risiko semakin baik.

Sementara rasio kredit bermasalah (NPL) terjaga rendah di angka 2,28 persen (bruto) dan 0,87 persen (neto). Untuk segmen UMKM, NPL bruto turun tipis dari 4,55 persen menjadi 4,46 persen pada September 2025.

“Hasil uji ketahanan (stress test) Bank Indonesia menunjukkan perbankan nasional tetap kuat, didukung oleh kemampuan bayar dan profitabilitas korporasi yang masih terjaga,” tutur Perry dikutip Antara.

Meski likuiditas bank dan ketahanan perbankan terbilang solid, minat dunia usaha untuk menambah pinjaman masih tertahan. Faktor utama yang membuat kredit belum bergairah adalah suku bunga yang masih tinggi serta ketidakpastian arah ekonomi global dan domestik.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru