Loading
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan memberikan pemaparan dalam kegiatan “1 tahun Prabowo-Gibran: Optimism 8% Economic Growth” di Jakarta, Kamis (16/10/2025). (ANTARA/Imamatul Silfia)
JAKARTA, ARAHKITA.COM — Rencana pembangunan family office di Indonesia memunculkan dua pandangan berbeda di kalangan pejabat ekonomi. Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan inisiatif tersebut tidak ada kaitannya dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sementara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak mengalihkan dana APBN untuk proyek tersebut.
Luhut: “Family Office Itu Nggak Ada Urusan dengan APBN”
Dalam acara “1 Tahun Prabowo-Gibran: Optimism 8% Economic Growth” di Jakarta, Kamis (10/10), Luhut menjelaskan bahwa family office bukan program yang perlu pendanaan dari negara. Konsep ini, kata dia, murni upaya menarik dana investasi dari pihak swasta — baik dari dalam maupun luar negeri.
“Family office itu nggak ada urusan dengan APBN,” tegas Luhut. “(Pembiayaannya) ya biayai sendiri, kan orang taruh uangnya di situ.”
Menurut Luhut, mekanisme yang sedang disiapkan akan memberikan insentif bebas pajak (zero tax) di tahap awal penempatan dana, lalu pajak akan diterapkan ketika dana diinvestasikan ke proyek-proyek produktif di Indonesia.
Ia juga mengungkapkan tengah menyusun regulasi yang menjamin keamanan dan kredibilitas investasi, agar para pemilik modal percaya bahwa Indonesia merupakan tempat yang aman dan menarik untuk menempatkan dana mereka.“Sudah banyak investor yang menunggu. Dari Singapura sampai China sudah siap masuk,” ujarnya.
Bali Jadi Lokasi Uji Coba Family Office
Baca juga:
Reshuffle Kabinet Prabowo: Purbaya Yudhi Sadewa Resmi Gantikan Sri Mulyani sebagai Menteri KeuanganLuhut menyebut Bali akan menjadi lokasi pertama untuk pengembangan family office sekaligus bagian dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pusat Keuangan. Kawasan ini diproyeksikan sebagai gerbang masuk dana investasi luar negeri yang akan disalurkan ke sektor-sektor strategis di tanah air, seperti infrastruktur, teknologi, dan energi hijau.
“IKN bisa saja (nanti), tapi jangan semua mau dijalankan sekaligus. Nanti malah nggak jadi satu pun,” tambahnya.
Untuk meminimalkan risiko penyalahgunaan, Luhut memastikan calon investor akan melalui proses penyaringan ketat atau background check. Investor yang berisiko tinggi terkait penghindaran pajak akan ditolak masuk.
Purbaya: Anggaran Nggak Akan Saya Alihkan ke Sana
Berbeda dengan Luhut, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pembangunan family office tidak akan dibiayai dari APBN. Ia memilih berhati-hati dalam menyikapi proyek tersebut.
“Anggaran nggak akan saya alihkan ke sana,” kata Purbaya kepada wartawan di kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (13/10/2025).
Purbaya mengaku telah mendengar rencana family office dari DEN, namun hingga kini belum melihat konsepnya secara rinci.
“Saya belum terlalu mengerti konsepnya walaupun Pak Ketua DEN sering bicara. Tapi saya belum pernah lihat dokumennya, jadi saya nggak bisa jawab lebih jauh,” ucapnya.
Ia menambahkan, fokus utama Kementerian Keuangan saat ini adalah penyaluran anggaran negara yang tepat waktu dan tepat sasaran, serta memastikan tidak ada kebocoran dalam penggunaan APBN.
“Kalau mau buat family office, saya doakan. Tapi anggaran negara harus tetap efisien,” tuturnya dikutip Antara.
Pro dan Kontra di Balik Konsep Family Office
Rencana pengembangan family office di Bali sejatinya mengadopsi model sukses dari pusat-pusat keuangan dunia seperti Dubai, Abu Dhabi, Hong Kong, dan Singapura.
Konsepnya adalah menciptakan ekosistem investasi yang memudahkan aliran dana global masuk ke proyek-proyek riil tanpa campur tangan langsung dari APBN.
Namun di Indonesia, gagasan ini menimbulkan perdebatan. Pendukungnya menilai family office akan memperkuat posisi Indonesia sebagai calon pusat keuangan Asia Tenggara. Sementara pihak yang skeptis menilai perlu kejelasan aturan agar tidak membuka celah bagi praktik penghindaran pajak atau aliran dana gelap.
Baik Luhut maupun Purbaya sepakat pada satu hal: pembangunan family office harus berjalan tanpa membebani APBN dan berlandaskan prinsip tata kelola yang transparan.