Loading
Ekonom senior sekaligus Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini. (Foto: Dok. Univ. Paramadina)
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, menilai wacana pengambilalihan paksa saham PT Bank Central Asia (BCA) oleh pemerintah sebagai narasi yang menyesatkan dan berbahaya. Menurutnya, ide yang muncul dari sebagian kalangan politik ini tidak hanya tak berdasar, tetapi juga berpotensi merusak stabilitas perbankan nasional.
“Belakangan muncul narasi yang tidak wajar, tiba-tiba ada usulan agar pemerintah melakukan hostile take over terhadap saham BCA. Jika ide ini dipaksakan menjadi kebijakan politik, dampaknya bisa sangat berbahaya. Sistem ekonomi-politik Indonesia justru bisa rusak dan berubah menjadi hutan rimba yang menyesatkan,” ujar Didik.
Perbankan Nasional Sudah Teruji Krisis
Didik mengingatkan bahwa pasca-reformasi, sektor perbankan Indonesia telah melalui proses restrukturisasi panjang, termasuk saat menghadapi krisis 1998, gejolak global 2008, hingga pandemi Covid-19. Semua itu menjadi bukti ketahanan sistem keuangan nasional yang berhasil terjaga.
Karena itu, menurutnya, mengguncang kepemilikan bank swasta besar seperti BCA sama saja dengan merusak kepercayaan pasar. “Kalau narasi ini diteruskan, kepercayaan publik bisa runtuh. Investor akan menjauh dan bank tidak akan lagi dipercaya sebagai lembaga keuangan yang sehat,” tegasnya.
BCA dan Himbara Sebagai Pilar Ekonomi
Lebih lanjut, Didik menilai baik BCA maupun bank-bank milik negara (Himbara) telah menjadi pilar penting perekonomian Indonesia. Selain menopang dunia usaha, kontribusi mereka terhadap penerimaan negara melalui pajak juga sangat signifikan. Oleh sebab itu, ia menyebut gagasan pengambilalihan paksa saham BCA sebagai bentuk “anarkhi politik kebijakan.”
Pemerintah Diminta Tegas
Meski demikian, Didik menyambut positif klarifikasi CEO Danantara Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani, yang menegaskan bahwa pemerintah maupun Danantara tidak memiliki rencana mengakuisisi mayoritas saham BCA. “Enggak ada,” ujar Rosan singkat usai rapat dengan Komisi XI DPR RI, 19 Agustus 2025.
Menurut Didik, sikap tegas pemerintah seperti ini perlu diperkuat untuk menghentikan spekulasi politik yang bisa merusak iklim usaha. “Negara harus hadir menjaga pasar yang sehat dan mendorong pertumbuhan dunia usaha. Bukan sebaliknya ikut campur tangan secara tidak bermutu, apalagi membiarkan narasi sesat berkembang,” pungkasnya dalam pernyataan yang disampaikan kepada media, jUMAT (22/8/2025).