Loading
Wacana Bitcoin Jadi Aset Cadangan Nasional Perlu Kajian Mendalam. (Infobanknews)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Wacana menjadikan Bitcoin sebagai salah satu aset cadangan nasional mulai mencuat dan menarik perhatian pelaku industri kripto.
Vice President Indodax, Antony Kusuma, menilai ide tersebut sebagai langkah strategis yang patut dikaji secara serius, mengingat sifat Bitcoin yang desentralistik dan tahan terhadap inflasi.
Namun Antony menegaskan, menjadikan Bitcoin sebagai bagian dari cadangan kekayaan negara bukanlah keputusan yang bisa diambil secara instan. Dibutuhkan kajian mendalam, berbasis data, dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan lintas sektor agar keputusan yang dihasilkan dapat mendukung kepentingan nasional dan stabilitas ekonomi jangka panjang.
“Ini bukan keputusan semalam. Harus ada studi komprehensif dan keterlibatan pihak-pihak seperti otoritas pengawas dan lembaga pengelola investasi nasional,” ujar Antony dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Minggu.
Dalam konteks itu, menurut dia, penting adanya sinergi antara pelaku industri, otoritas pengawas, dan lembaga pengelola kekayaan negara seperti Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
"Jika dilakukan secara terbuka dan kolaboratif, kajian ini akan menghasilkan arah kebijakan yang adaptif dan selaras dengan kepentingan nasional jangka panjang," katanya.
Sebelumnya wacana polemik Bitcoin sebagai opsi salah satu aset cadangan nasional kembali mencuat dan menjadi sorotan publik setelah komunitas Bitcoin Indonesia diundang ke kantor Wakil Presiden Republik Indonesia.
Undangan tersebut memicu spekulasi bahwa pemerintah tengah mengeksplorasi integrasi aset digital ke dalam kerangka cadangan strategis negara, meski kenyataannya belum sama sekali mengarah ke sana.
Wacana tersebut tidak lepas dari tren adopsi Bitcoin sebagai penyimpan nilai jangka panjang yang dilakukan oleh beberapa negara, salah satunya El Salvador.
Antony mengapresiasi klarifikasi komunitas Bitcoin Indonesia yang menyampaikan bahwa diskusi di kantor Wapres bersifat eksploratif dan tahap awal serta belum sampai pada tahap kebijakan.
Menurut dia, hal itu penting agar publik memahami posisi diskusi secara akurat dan tidak menimbulkan kesalahpahaman lebih lanjut.
"Perlu ditegaskan bahwa pembahasan ini bersifat konseptual dan belum menjadi keputusan resmi pemerintah, sehingga tidak semestinya dijadikan dasar spekulasi investasi dalam bentuk apa pun," ujar dia, dikutip Antara.
Sebagai bagian dari industri kripto nasional, lanjutnya, pihaknya mendorong agar hal ini tidak berhenti di tahap wacana, melainkan ditindaklanjuti melalui dialog terbuka berbasis kajian akademik dan strategi ekonomi nasional.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa nilai transaksi kripto di Indonesia hingga pertengahan 2025 telah menembus Rp224,11 triliun, dengan pengguna mencapai 15,85 juta.
Nilai transaksi tersebut, tambahnya, mencerminkan adopsi yang terus berkembang dan menjadi indikator bahwa aset digital memiliki posisi yang semakin penting dalam lanskap keuangan nasional.
"Kami memandang bahwa ke depan, aset digital tidak hanya akan berperan sebagai instrumen investasi publik, tetapi juga memiliki potensi strategis di ranah kebijakan fiskal negara. Namun, semua itu perlu dikaji secara komprehensif, inklusif, dan progresif," katanya.