Selasa, 30 Desember 2025

Praktik Oplosan Beras Dinilai Ancam Stabilitas Sosial dan Ketahanan Pangan


  Praktik Oplosan Beras Dinilai Ancam Stabilitas Sosial dan Ketahanan Pangan Ilustrasi - Praktik oplosan beras tak hanya merugikan konsumen, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas sosial. (westjavatoday)

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperingatkan bahwa maraknya praktik oplosan beras tak hanya merugikan konsumen, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas sosial dan merusak sistem distribusi pangan nasional.

Menurut Rizal Taufiqurrahman, Kepala Pusat Makroekonomi Indef, tindakan mencampur berbagai jenis beras, termasuk dalam program subsidi, dapat memicu krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah sebagai penyedia pangan utama.

“Kalau masyarakat menemukan beras subsidi yang mereka beli tidak sesuai mutu atau bobot, kepercayaan terhadap negara bisa runtuh,” ujar Rizal saat dihubungi Antara pada Minggu (27/7/2025).

Dampak Sistemik: Dari Harga Tak Stabil hingga Distorsi Regulasi

Rizal menekankan bahwa praktik oplosan beras tidak hanya berimbas jangka pendek. Dalam jangka panjang, tindakan ini berisiko menimbulkan gejolak harga di pasar dan memperlebar kesenjangan antara kebijakan di atas kertas dan kondisi riil di lapangan.

“Negara tidak cukup hadir lewat retorika. Diperlukan sistem yang mampu menutup semua celah penyimpangan,” katanya.

Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan di titik distribusi akhir dan tidak adanya sistem pelacakan yang efektif. Akibatnya, praktik curang ini kerap luput dari pantauan, terutama dalam rantai distribusi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang panjang dan minim transparansi.

Rekomendasi Indef: Digitalisasi, Sanksi Tegas, dan Kolaborasi Lintas Lembaga

Indef menyarankan agar pemerintah segera beralih dari pendekatan reaktif seperti razia dan inspeksi mendadak, menjadi pengawasan cerdas berbasis sistem digital yang terintegrasi.

Rizal mengusulkan agar seluruh distribusi CBP dilengkapi sistem pelacakan seperti QR code atau barcode yang bisa diakses publik. Selain itu, ia menekankan perlunya audit rutin terhadap mitra Bulog, pembentukan daftar hitam bagi pelaku penyimpangan, dan penegakan sanksi tegas.

“Tanpa pencabutan izin secara permanen dan pemiskinan korporasi sebagai sanksi administratif, praktik oplosan akan terus berulang,” ujarnya.

Lebih jauh, Rizal menilai upaya memberantas kejahatan pangan harus dilakukan lintas institusi. Kementerian Pertanian dan Perum Bulog harus bersinergi membentuk sistem pemantauan distribusi dan mutu beras yang berjalan secara real-time.

Ia juga mendorong agar Aparat Penegak Hukum (APH) membentuk unit khusus yang fokus menangani pelanggaran dalam sektor pangan strategis. Koordinasi dengan pemerintah daerah pun dianggap krusial dalam membangun sistem pengawasan yang responsif.

“Semua pihak harus bekerja dalam satu kerangka pengawasan yang jelas, terpantau, dan bisa segera diintervensi ketika ada penyimpangan,” tutup Rizal dikutip Antara.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru