Selasa, 30 Desember 2025

DPD Minta Presiden Prabowo Turun Tangan Atasi Polemik Tambang Nikel Raja Ampat


 DPD Minta Presiden Prabowo Turun Tangan Atasi Polemik Tambang Nikel Raja Ampat Anggota DPD/MPR RI asal Provinsi Papua Barat Daya Paul Finsen Mayor. (ANTARA/Dokumentasi Pribadi)

JAKARTA, ARAHKITA.COM - Polemik tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, terus memicu reaksi dari berbagai kalangan. Sorotan utama datang dari Anggota DPD RI asal Papua Barat Daya, Paul Finsen Mayor, yang mendesak Presiden Prabowo Subianto turun tangan langsung dalam penyelesaian masalah tersebut.

Menurutnya, Raja Ampat adalah wilayah yang tak boleh dikorbankan karena memiliki keanekaragaman hayati laut yang luar biasa dan telah diakui sebagai UNESCO Global Geopark.

"Sebagai senator yang mewakili Papua Barat Daya, saya meminta Presiden menindak tegas. Presiden harus turun tangan langsung," ujar Paul dalam keterangannya, Senin (9/6/2025).

Kewenangan Pusat Dinilai Hambat Pemerintah Daerah

Paul menyoroti keterbatasan pemerintah provinsi dan kabupaten dalam menangani polemik tambang karena regulasi tambang berada di bawah kendali pemerintah pusat, merujuk pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

"Dalam hal ini, jangan salahkan Pemprov dan Pemkab. Setelah UU Minerba disahkan, izin usaha pertambangan menjadi kewenangan pusat," katanya.

Ia juga menyinggung UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang menyatakan bahwa wilayah seperti Raja Ampat tidak diperuntukkan untuk kegiatan pertambangan, melainkan hanya untuk pariwisata, konservasi, budidaya, dan penelitian. Maka dari itu, menurutnya, aktivitas eksplorasi nikel di wilayah tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Pemerintah Tangguhkan Tambang, Fraksi Golkar Apresiasi Langkah Bahlil

Menyikapi tekanan publik dan protes masyarakat adat, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia telah mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara operasi PT GAG Nikel di Raja Ampat. Penangguhan ini dilakukan sampai proses verifikasi lapangan rampung.

"Kami untuk sementara, hentikan operasinya sampai ada hasil verifikasi," kata Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (5/6/2025).

Langkah tersebut mendapat dukungan dari Fraksi Partai Golkar MPR RI. Ketua Fraksi Golkar MPR, Melchias Markus Mekeng, menyebut penangguhan sebagai bentuk respons cepat dan patut diapresiasi.

“Ini langkah awal yang tepat untuk meredam kontroversi dan menjaga keseimbangan antara lingkungan dan kepentingan masyarakat lokal,” ujar Mekeng.

Rekomendasi Evaluatif dan Kritis

Mekeng juga mengusulkan beberapa langkah konkret yang perlu segera diambil pemerintah. Pertama, melakukan audit menyeluruh atas seluruh izin tambang, khususnya di pulau-pulau kecil. Kedua, memperkuat pengawasan dengan melibatkan masyarakat adat serta pemerintah daerah. Ia juga mengingatkan pentingnya memprioritaskan keberlanjutan lingkungan di atas kepentingan ekonomi jangka pendek.

Jika risiko kerusakan lingkungan melebihi manfaat ekonomi, lanjutnya, maka pemerintah harus berani mengambil tindakan hukum yang tegas, termasuk pencabutan izin. Terkait pemulihan lingkungan, dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) diharapkan digunakan untuk restorasi alam serta pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal, dengan sistem audit publik demi transparansi.

Izin Tambang Terbit Sejak 2017

Melchias juga menegaskan bahwa akar persoalan tambang nikel ini bukan berada di tangan Menteri ESDM saat ini, tetapi berasal dari izin yang diterbitkan sejak 2017, pada masa pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo. PT GAG Nikel diketahui mengantongi izin operasi tambang hingga 2047.

“Tidak adil jika Menteri Bahlil disalahkan. Ia hanya menerima warisan masalah, tapi tetap bertindak tegas sesuai kewenangannya,” ujarnya dikutip dari Antara.

Menjaga Warisan Alam Dunia

Baik Senator Paul maupun Fraksi Golkar menekankan bahwa Raja Ampat adalah kawasan istimewa yang tidak bisa diperlakukan seperti wilayah pertambangan biasa. Dengan biodiversitas laut terkaya di dunia, kawasan ini menjadi paru-paru laut global yang seharusnya dijaga, bukan dieksploitasi.

“Semua elemen bangsa harus bersatu menjaga Raja Ampat demi keberlanjutan lingkungan, kesejahteraan masyarakat lokal, dan masa depan generasi mendatang,” tutup Mekeng.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru