Jumat, 07 Februari 2025

Bagaimana Menghadapi Pihak yang Kalah Tidak Mau Melaksanakan Putusan Pengadilan?


 Bagaimana Menghadapi Pihak yang Kalah Tidak Mau Melaksanakan Putusan Pengadilan? Ilustrasi: Putusan Pengadilan. (Net)

Oleh: Dr Widodo Sigit Pudjianto, S.H, M.H

BEBERAPA hari belakangan ini teman kantor menanyakan kepada saya terkait dengan sebuah putusan pengadilan yang tidak dilaksanakan oleh pihak yang kalah, dalam hal ini tergugat. Pertanyaan selanjutnya, apakah ini masalah hutang iutang atau masalah perdata.

Sebagai orang awam yang tidak tahu tentang hukum dan tata aturan proses pengadilan, pertanyaan tersebut sangat penting. Dan untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu ditegaskan bahwa semua masalah hukum baik itu sebelum dibawa ke pengadilan dan ketika proses pengadilan itu berlangsung maupun setelah pengadilan selesai digelar, semuanya dilandasi oleh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di negara Republik Indonesia.

Untuk kasus yang berkaitan dengan pertanyaan tersebut, kita berpedoman ada pasal 196 HIR dan pasal 207 Rbg, di situ dijelaskan ada dua cara penyelesaian dalam pelaksanaan putusan pengadilan, yaitu 1. Dengan cara sukarela  -dalam hal ini pihak yang kalah dengan secara sukarela melaksanakan putusan pengadilan tersebut. Dan 2. Dengan cara paksa melalui proses eksekusi oleh pengadilan.

Dalam hal ini, apabila pihak yang kalah bersedia menaati dan menjalankan putusan secara suka rela, maka tindakan ekskusi secara paksa harus disingkirkan. Di sini harus diketahui bahwa menjalankan putusan secara sukarela berbeda dengan menjalankan putusan secara eksekusi atau secara paksa.

Pertanyaan berikut, bagaimana eksekusi keputusan pengadilan. Sesuai dengan pasal 195 ayat  (1) HIR, kewenangan eksekusi ada pada pengadilan tingkat pertama dan dalam praktik pengadilan dikenal dua macam eksekusi, yaitu 1. Eksekusi rill atau nyata sebagaimana yang diatur dalam sal 200 ayat  (1) HIR, pasal 200 ayat (1) HIR, dan pasal 218 ayat (2) Rbg dan pasal 1033 Reglenent of de Rechtsvordering (“Rv”) yang meliputi penyerahan, pengosongan, pembongkaran, pembagian dan melakukan sesuatu.

  1. Eksekusi pembayaran sejumlah uang melalui lelang atau exsecutorial verkoop sebagaimana tersebut dalam pasal 200 HIR, dan pasal 215 Rbg. Eksekusi ini dilakukan dengan menjual lelang barang-barang debitur.

Adapun prosedurnya adalah 1. Pemohon eksekusi, yaitu pihak yang menang dalam perkara mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan tingkat pertama, agar putusan itu dilaksanakan atau dijalankan.

  1. Atas dasar permohonan tersebut, Ketua Pengadilan tingkat pertama memanggil pihak yang kalah untuk dilakukan teguran agar termohon eksekusi melaksanakan isi utusan dalam waktu 8 hari sesuai dengan pasal 196 HIR/207 Rbg.
  2. Apabila termohon yang kalah tetap tidak mau melaksanakan putusan pengadilan, maka Ketua Pengadilan tingkat pertama mengeluarkan penetapan berisi perintah kepada panitera atau juru sita pengganti untuk melakukan sita eksekusi –executorial beslag- terhadap harta kekayaan jika sebelumnya diletakkan sita jaminan sesuai ketentuan yang diatur dalam pasal 197 HIR/pasal 208 Rbg. Biasanya dibantu oleh aparat penegak hukum atau polisi.
  3. Adanya perintah penjualan lelang, dilanjutkan dengan penjualan lelang setelah terlebih dahulu dilakukan pengumuman sesuai dengan ketentuan pelelangan. Lalu diakhiri dengan penyerahan uang hasil lelang kepada pemohon eksekusi sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam putusan. Kalau hasil penjualan lelang melebihi dari tagihan atau yang tertera dalam putusan, maka dikembalikan kepada terguggat atau pemilik barang.

Demikian penjelasan hukum untuk menjawab pertanyaan penting di atas.

Editor : Farida Denura
Penulis : Dr. Widodo Sigit Pudjianto, SH, MH

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Dapur Hukum Terbaru