Pidana bagi Penyebar Berita Bohong


 Pidana bagi Penyebar Berita Bohong Ilustrasi: Berita hoax. (Antaranews)

PERUBAHAN zaman dalam beberapa dekade terakhir berjalan begitu cepat yang ditandai dengan perkembangan teknologi digital yang sangat pesat. Kemudahan mengakses informasi telah mempermudah pula kehidupan manusia di berbagai aspek.

Informasi yang begitu mudah diakses dan diperoleh antara manusia dalam hitungan menit, bahkan detik, telah mengubah pula gaya dan cara serta perilaku hidup manusia. Kita semua tentu terpesona dengan kondisi ini. Banyak pula nasib manusia ikut berubah dengan cepat oleh kondisi ini.

Tetapi, tenyata itu semua tidak selamanya berefek positif bagi kehidupan manusia. Ibarat pedang bemata dua, itulah kehadiran dan keberadaan teknologi canggih dalam dunia digital hari ini. Tergantung bagaimana kita cerdas memanfaatkannya, apakah kita mau menjadikan teknologi digital untuk mempermudah kerja demi pengembangan segala potensi diri untuk kemajuan diri dan masyarakat atau sebaliknya menjerembapkan diri ke arah kehancuran.

Berita Bohong dan Pidana

Salah satu efek buruk, bahkan menjadi momok dari kehadiran teknologi digital ini adalah penyebaran berita bohong atau hoax yang tidak sesuai dengan kenyataan, kebenaran dan fakta objektif dari berita tesebut.

Hoax atau bohong adalah padanan kata dari practical joke, joke atau prank, atau trick setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti berita bohong.

Berita bohong atau hoax itu beredar begitu cepat melalui aplikasi Whatsapp atau facebook dan lain-lain. Masalah ikutannya adalah berita bohong tersebut langsung di share ke orang lain tanpa mencek terlebih dulu keakuratan dan kebenaran berita tesebut. Sehingga, banyak pihak terjebak dan tejerat oleh berita bohong tesebut.

Ingat bahwa penyebaran berita bohong tersebut ada pidananya bagi pelanggar –pelaku pembuat berita bohong dan yang ikut menyebarkan berita bohong, sehingga kena pasal pidana.

Berita bohong atau hoax memang merebak belakangan ini di era digital. Tetapi dalam perspektif Islam, masalah bohong telah terjadi pada zaman Rasulullah Shallahu’alaihi Wassalam yang mana ketika istri Yang Mulya difitnah berzinah oleh kaum munafikin. Dengan kejadian ini, maka turunlah ayat al-quran untuk membantah hal tersebut yaitu surat al-Hujurat/49:6

Wahai orang-orang beriman, jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.

Sedangkan dalam Undang-Undang pidana juga menegaskan adanya ukuman pidana bagi para pelaku tindak bebohongan dan ikut menyebarkan berita bohong atau hoax. Bahkan, dalam KUHP juga menegaskan hal yang sama. Dalam pasal 14 No. 1 Tahun 1946 mengatakan bahwa setiap orang dilarang menyampaikan berita atau memberitakan berita bohong atau dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat dan diancam pidana hingga 10 tahun.

Sedangkan pasal 15 setiap orang yang menyebakan berita yang tidak pasti, berlebihan atau tidak lengkap yang dapat memicu keonaran diancam pidana maksimal 2 tahun.

Juga dalam pasal 45 ayat (1) UU IT disebutkan setiap orang yang sengaja menyebarkan berita bohong atau hoax yang menyesatkan masyarakat yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik bisa dikenakan pidana penjara 6 tahun/denda maksimal Rp. 1 miliar.

Contoh penerapan pidana bagi penyebar berita bohong ini, publik pasti masih ingat kasus Enrekang dimana adanya pidana yang menjerat dr. Ardiany yang mengatakan dirinya tidak percaya adanya Covid-19.

Pernyataannya itu ditulis dalam selembar kertas tanggal 25 Agustus 2021 diberi tanda tangan dan nomor telpon. Lalu berita itu menjadi viral.

Kasus itu kemudian dibawa ke pengadilan dan keluarlah putusan No. 58/Pid.Sus/2021/Pn Enr menyatakan dr. Ardiany terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menyiarkan pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan masyarakat dan menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 4 bulan.

Lalu Bagaimana?

Kini kembali kepada diri masing-masing sejauh mana kecerdasan dalam memanfaatkan kecanggihan teknologi digital, ibarat pedang bermata dua, bisa dipakai sebaik mungkin untuk menebas setiap kesulitan dan mempermudah jalannya kehidupanmu atau menyalahgunakannya hingga akhirnya membunuhmu.

Dalam dunia digital disebut adanya literasi digital yaitu sat kecerdasan atau kecakapan dalam menggunakan atau memanfaatkan media digital seperti medsos untuk hal-hal yang menguntungkan dan menjauhkan dari hal-hal yang merugikan.

Medsos membuat hidup kita senang dan bahagia atau menjerumuskan kita ke lembah keterpurukan dan hancur lebur.

Selamat berselancar dalam dunia medsos, namun tetaplah berhati-hati. Pasal pidana setiap saat bisa menghukum dan menggiringmu ke balik terali besi dan ke dalam tembok penjara.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Dapur Hukum Terbaru