Loading
Misteri Buaya Buntung dan Merie, Noni Belanda di Sungai Ciliwung. (Net)
SUNGAI Ciliwung yang mengalir dari puncak Bogor, Gunung Pangarango, Cisarua hingga membelah Kota Jakarta lalu bermuara di pantai utara Jakarta ini memiliki banyak kisah dan cerita, mulai dari kisah dan cerita romantis hingga kisah dan cerita mistis yang bikin bergidik.
Kisah dan cerita mistik itu sudah berlangsung secara turun temurun ratusan tahun mulai dari zaman penjajahan Belanda hingga hari ini. Kalau diceritakan satu persatu tentu sangat banyak. Belum lagi kisah dan cerita seputar banjir yag setiap tahun menggenangi Kota Jakarta, yang tentu tidak terlepas dari kisah dan cerita tentang Sunga Ciliwung yang membelah Kota Jakarta ini.
Di antara begitu banyak kisah dan cerita misteri di Sungai Ciliwung ini, penulis mengambil dua cerita misteri yang sangat terkenal di Sungai Ciliwung. Adalah cerita tentang buaya putih yang biasa disebut buaya buntung, dan Marie, Noni atau Putri Belanda.
Buaya Buntung
Konon siluman buaya buntung berwarna putih ini kerap timbul atau muncul dan dilihat oleh warga di bantaran Sungai Ciliwung. Kalau warga mulai lihat buaya buntung itu muncul, itu pertanya tidak lama lagi akan ada korban yang mati di Sungai Ciliwung, entah saat mandi, berenang, bermain atau buang hajat dan tiba-tiba terhanyut dalam Sungai Ciliwung.
Karena buaya buntung itu selalu minta korban nyawa manusia. Jadi ketika ada warga yang mati tenggelam di Sungai Siliwung, dipercaya oleh para warga sekitar bantaran Sungai Ciliwung sebagai tumbal yang diminta buaya buntung.
Menurut cerita yang beredar masyarakat Betawi, dulu di kawasan yang tidak jauh dari Sungai Ciliwung ini ada warga keturunan Arab yang memelihara buaya putih. Tetapi buaya tersebut dibunuh oleh orang yang tidak dikenal. Sehingga, buaya itu sering muncul dan meminta korban manusia sebagai upaya balas dendang terhadap manusia yang pernah membunuhnya.
Kisah dan cerita ini sudah berlangsung ratusan tahun lalu dan terus dipercaya sampai hari ini. Itu karena para warga masih sesekali melihat buaya putih dan buntung di Sungai Ciliwung, pada waktu magrib atau malam-malam.
Marie, Noni Belanda
Menurut cerita, dulu di Belanda ada sebuah keluarga yang kaya dan terhormat. Keluarga ini memiliki seorang putri yang biasa dipanggil Marie. Suatu waktu ditugaskan oleh Gubernur yang ada di Belanda untuk keluarga tersebut supaya indah tugas di Indonsia, tepatnya di Batavia, nama Jakarta tempo dulu.
Etika bertugas dan meneta di Jakara atau Batavia, tidak lama kemudian sang putri cantik yang dikenal dengan nama Marie itu jatuh cinta dengan seorang pria atau laki-laki warga pribumi dan mereka pun berpacaran secara sembunyi-sembunyi. Lama-kelamaan hubungan percintaan mereka ketahuan sama orang tua Marie, dan langsung melarang dengan keras. Karena Belanda masih menganggap orang pribumi memiliki kasta yang sangat rendah. Namanya orang sudah jatuh cinta, semakin dilarang, semakin lengket hubungan percintaan mereka. Kedua sejoli berlainan kasta dan berbeda status ini, merasa semakin tidak terpisahkan.
Karena itu, orang tua Marie mengambil tindakan keras dan menyiksa sang laki-laki pujaan hati Marie. Masalahnya, semakin disiksa semakin tumbuh pula benih-benih cinta antara keduanya. Kaena bisa antara cinta dan belas kasihan sudah menyatu.
Tetapi, karena cara kekerasan juga tidak bisa memutuskan hubungan percintaan antara Marie dengan sang lelaki pribumi, maka jalan satu-satunya sang laki-laki dibunuh oleh orang tua Marie, dan jazatnya dibuang ke Sungai Ciliwung yang waktu itu aliran sungainya masih sangat deras.
Beberapa waktu kemudian, Marie pun nekat menerjunkan diri ke dalam Sungai Ciliwung. Dia merasa hidupnya tak ada gunanya lagi tanpa sang pujaan hatinya. Jazatnya berhasil dievakuasi oleh keluarga Belanda, tetapi arwahnya terus bergentayangan di Sungai Ciliwung.
Sejak meninggalnya Marie, warga sering melihat sosok Marie duduk di jembatan Sungai Ciliwung. Marie duduk mengenakan kebaya berwarna putih dan menangis sedih. Kemunculannya selalu di malam Selasa pas bulan purnama.