Loading
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Sekelompok perempuan perajin anyaman daun lontar asal Desa Nusa Nipa, Flores Timur (Flotim), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sekelompok perempuan perajin tenun ikat Baipito asal Desa Mudakaputu, Flotim, NTT merupakan kelompok ibu-ibu yang usianya sudah tergolong lanjut usia (lansia) dan berkegiatan sehari-hari baik sebagai perajin anyaman maupun perajin tenun ikat.
Kedua kelompok ini berjuang mempertahankan hidup di tengah kesulitan akses komunikasi, dan transportasi, maupun akses akun bank. Mereka tinggal di pelosok, jauh dari kota. Untuk mencapai lokasi ini pun akses jalan dan transportasi masih sangat memprihatinkan.
Kedua kelompok ini mendapat perhatian dari komunitas perempuan alumni sekolah Santa Ursula Jakarta ketika komunitas ini menggelar pameran lukisan bertema “Dari Perempuan, oleh Perempuan, untuk Dunia” yang merupakan gelaran pameran lukisan ke-5 yang telah digelar pada tanggal 16 – 24 September 2023 lalu.
Pameran yang merupakan wadah minat, bakat dan ekspresi diri melalui seni Lukis kali ini juga berkontribusi dalam memberdayakan UMKM perempuan pengrajin di NTT dan juga mendukung pelestarian budaya produk anyaman khas daun lontar dari NTT. “Sisi Timur Indonesia dipilih karena begitu penuh potensi, semangat dan cinta yang belum sepenuhnya digali yang harus dikembangkan dan wajib dilestarikan,”kata Ketua Panitia Pameran Helena Muljanto.
Untuk mengetahui lebih dekat sosok dan keseharian perempuan perajin anyaman daun lontar dan perajin tenun ikat asal Flotim, pada Selasa 4 Juli 2023, Helena Muljanto bersama teman-teman berkunjung ke Flores Timur setelah semalam menginap di kota Kupang, NTT. Pada Rabu 5 Juli Helena Muljanto bersama teman-teman melanjutkan penerbangan ke Larantuka, Flotim. Pada hari itu pula Helena Muljanto bersama teman-teman langsung mengunjungi ibu-ibu perajin tenun ikat Baipito di Desa Mudakaputu, Kecamatan Ile Mandiri, Larantuka, Flotim. Hari berikutnya, Kamis 6 Juli 2023 Helena Muljanto menjumpai kelompok ibu-ibu perajin anyaman daun lontar yang mempersiapkan topi dan tas untuk seminar Lukis di pameran Lukis yang akan digelar Komunitas ini pada September 2023.
Ibu-ibu kelompok perajin anyaman daun lontar maupun perajin tenun ikat sangat antusias dan berterima kasih ketika dikunjungi Helena Muljanto dan teman-teman. Mereka didampingi Inisiator & Kelompok Penggerak Tenun Ikat Baipito Desa Mudakaputu, Larantuka, Flores Timur, Yohanes Igo Kelen.
Dalam pertemuan dan obrolan dengan mereka Helena Muljanto dapat memahami betapa sulitnya mereka dalam mengakses akun bank, komunikasi dan transportasi ini menyebabkan donasi yang disalurkan tidak cepat diterima mereka.
Seorang ibu bernama Marselina Jawa Koten merasa terharu dan menangis sembari mengatakan,”Saya merasa terharu untuk kemarin ibu mereka datang. Saya sampai di rumah pagi itu saya meneteskan air mata. Saya katakan kepada Tuhan siapa saya ini sehingga saudara saya dari seberang mengunjungi saya? CintaMu terlalu besar terhadap kami sehingga bisa mengunjungi kami. Padahal tidak ada hubungan apa-apa koq masih datang. Saya terharu sekali ibu…”.
Pameran lukisan yang telah digelar September 2023 lalu telah berhasil menyalurkan donasi sebesar Rp 143,833,688 dengan baik. Pembagian donasi kepada 5 kelompok berbeda yakni:
Kelompok pertama, dana didonasikan kepada Ursuline Scholarship Foundation (USF) Rp 7 juta. Dari hasil lelang puisi Sr Moekti juga langsung ditransfer 100 % (sebesar Rp 7 juta), didonasikan untuk USF tanggal 25 September 2023 sesuai arahan Sr Moekti.
Kelompok kedua, pada Rabu 4 Oktober 2023 sudah diberikan tanda terima dari Sr Benedictis untuk donasi dana Pembangunan rumah ziarah Mgr Gabriel Manek SVD sebesar Rp 40 juta.
Kelompok ketiga, penyaluran donasi sebesar Rp 40 juta ke group perajin anyam daun lontar di desa Nusa Nipa, Larantuka, Flores Timur.
Kelompok keempat, penyaluran donasi ke Yayasan Bhakti Luhur untuk anak-anak berkebutuhan khusus seperti down syndrome, autis dan lain-lain dengan total pembelanjaan sebesar Rp16.833.688.
Kelompok kelima, penyaluran donasi untuk group perajin Tenun Ikat Baipito di Desa Mudakaputu, Larantuka, Flores Timur.
Pembagian donasi pada kelima kelompok berbeda juga dapat dilihat pada foto-foto yang tersedia di artikel ini.
Karena sulitnya akses akun bank dan kendala lainnya, Panitia pun sabar menanti pengaturan penyerahan donasi dana ke kelompok ibu-ibu perajin anyaman daun lontar dan perajin tenun ikat. Namun demikian seluruh dana yang didonasikan akhirnya diterima dengan baik oleh kelompok ibu-ibu.
“Kami memilih para perempuan penganyam topi dan tas dari daun lontar juga perajin tenun ikat Baipito di Larantuka, NTT, dengan cara menyisihkan sebagian hasil penjualan lukisan kami untuk mereka. Dengan menguatkan para perempuan perajin ini merupakan dukungan kami terhadap pelestarian Warisan Budaya Takbenda,” jelas Helena Muljanto yang karyanya berjudul “Mandala Aspirasi Vimna Fairpetal & Jinga Wildrose’, yang laku terjual dan 100% nya didonasikan.
Kata Helena Muljanto pameran lukisan ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi perempuan lain untuk terus berkarya dan menciptakan suatu gerakan pemberdayaan perempuan sebagai titik sumbu yang mengalir dan bergema ke segala bidang.
Guna memberikan dampak bagi perempuan muda penerus bangsa pada penutupan pameran juga diumumkan 4 nama pelajar dari NTT yang menerima beasiswa “DJITU” dari “Yayasan Khouw Kalbe” (YKK).
Menurut Helena Muljanto mereka diharapkan dapat berperan sebagai “agent of change” untuk menjadi perempuan tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan hidup masa depan dan membangun kampung halamannya setelah lulus.
Selain itu dalam pameran kali ini juga dilombakan hasil anyaman topi maupun tas dari daun lontar bagi generasi muda di daerah tersebut agar budaya menganyam dapat dilestarikan. Anak muda yang menang dalam lomba ini adalah Agnes Kei Waikelak. Dia mendapat hadiah untuk jalan-jalan ke kota Metropolitan Jakarta.
“Lomba digelar sebagai bentuk kepeduliaan kita terhadap anak muda dalam melestarikan Warisan Budaya Takbenda,ujar Helena Muljanto.
Di samping penyaluran donasi hasil penjualan lukisan sebesar Rp 143.833.688 kepada 5 kelompok yang telah dijelaskan di atas, kepanitiaan perempuan pada pameran lukisan kali ini juga berhasil menyetorkan dana sebesar Rp 18 juta kepada kelompok SanUr Painters.
Perempuan Kaum yang Kurang Diperhatikan
Untuk diketahui, menenun maupun menganyam memberi gambaran bahwa di satu sisi kaum perempuan ingin sekali menjaga kebudayaan yang selama ini menjadi primadona. Namun di sisi yang lain seakan mau mengembalikan perempuan pada perannya sebagai kaum yang kurang mendapat perhatian namun sebetulnya sangat berpotensi.
Situasi ini juga sekaligus memberikan stereotype bagi perempuan yang tidak tahu menenun. Sebab akan ada anggapan bahwa perempuan yang tidak bisa menenun belum pantas untuk menikah dan sebaliknya akan ada pujian bagi setiap mereka yang pintar menenun.
Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam beberapa bentuk keadilan yakni; marginalisasi perempuan, subordinasi, stereotype. Namun demikian Perempuan Flores Timur ini adalah sosok perempuan mandiri dalam ekonomi yang perlu didukung untuk melestarikan anyaman dan tenun ikat.