Loading
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Koordinator TPDI & Advokat Peradi, Petrus Selestinus, SH mengapresiasi langkah KPK merekomendasikan penghentian proses lelang Gula Kristal Raginasi (GKR).
Menurut Petrus karena selain dinilai sebagai tidak berpihak kepentingan industri kecil, juga perusahaan PT Pasar Komoditas Jakarta dinilai belum berpengalaman sebagai penyenggara lelang. Hal tersebut disampaikan dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi arahkita, Minggu (1/4/2018) malam di Jakarta.
Sejumlah pihak sejak awal kata Petrus sudah mengkritisi model penjualan lelang yang diterapkan oleh Kementerian Perdagangan, karena dinilai hanya menguntungkan pihak tertentu dan memberatkan pihak induatri kecil, sehingga Kementerian Perdagagan dan Komisi Persaingan Usaha diminta untuk mengawasi keputusan Penetapan PT Pasar Komoditas Jakarta sebagai penyelenggara lelang GKR.
Baca juga:
KPK Periksa Zulkifli HasanDikatakan Petrus, Pendirian PT Pasar Komoditas Jakarta, sebagai Perusahaan yang masih baru karena baru didirikan pada tahun 2016, sudah menimbulkan kecurigaan banyak pihak terlebih-lebih Perusahaan PT Pasar Komoditas Jakarta ini dinilai sejumlah pihak sebagai belum punya pengalaman apa-apa tetapi ditunjuk sebagai pelaksana atau penyelenggara lelang Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang jumlahnya 16.000 ton tertimbun di Gudang Bilog.
"Kecurigaan masyarakat semakin kuat menyoroti sejumlah keputusan PT Pasar Komoditas Jakarta, karena keputusannya itu tidak berpihak kepada Usaha Kelas Menengah (UKM),"ungkap Petrus.
Kritik tajam justru datang dari Politisi Partai Hanura yang juga anggota DPR RI Komisi Perdagangan, Inaz Nasrullah Zubir (sekarang Ketua Fraksi Partai Hanura DPR RI), menilai bahwa proses lelang GKR yang diatur melalui Permendag No. 16/M-DAG/PER/3/2017, sebagai Cacat Hukum, karena penunjukan PT Pasar Komoditas Jakarta sebagai penyelenggara lelang bertentangan dengan Perpres No. 4 Tahun 2015, pasal 19b, tentang kemampuan teknis dan managerial Penyedia Barang dan Jasa. Dengan demikian penunjukan PT Pasar Komoditas Jakarta, jelas bertentangan dengan kaidah hukum, karena baru didirkan tahun 2016 yang lalu, sehingga dinilai belum berpengalaman.
Lebih lanjut Petrus menambahkan, KPK rupanya merespons dengan cepat dinamika yang berkembang di DPR RI, terutama terkait dengan sorotan Politisi DPR RI Fraksi Partai Hanura Inaz Nasrullah Zubir, yang mempersoalkan penujukan PT Pasar Komoditas Jakarta sebagai pelaksana proses lelang.
Pemerintah menurut Inaz, seharusnya menunjuk BUMN sebagai perusahaan yang layak menangani proses lelang GKR, mengingat awal gagasan menjual lelang GKR sudah menuai kritik dari sejumlah pihak. Menteri Perdangan Enggartiasto Luckita, dinilai tidak punya kepekaan dalam merespons kritik dan kecaman yang sejak mengimpor gula dari Thailand sebanyak 16.000 ton sudah dikritik banyak pihak tetapi diabaikan.
Periksa Enggartiasto LukitaKarena itu menurut Petrus, KPK tidak boleh hanya merekomendasikan untuk menghentikan proses lelang, akan tetapi lebih strategis lagi KPK membuka sebuah penyelidikan dan penyidikan untuk membongkar dugaan korupsi dengan sistim kartel dalam proyek lelang GKR yang hanya menguntungkan kelompok kartel dibelakang PT Pasar Komoditas Jakarta.
"Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita harus dimintai pertanggungjawaban secara pidana korupsi, apalagi Peraturan Menteri Perdagangan Mo. 16/M-DAG/PER/3/2017, dinilai sebagai sebuah kebijkan yang berpotensi membawa malapetaka bagi kelompok UKM, sehingga kebijakan yang demikian dapat diproses secara pidana sebagai Tindak Pidana Korupsi, karena merugikan rakyat dan keuangan negara,"tegas Petrus.
Rekam jejak Enggartiasto Lukita patut dipertanyakan dan harus mendapatkan perhatian terutama dalam mengelola dan mengeluarkan kebijakan yang seharusnya berpihak pada kepentingan UKM sesuai dengan visi pemerintahan Jokowi.
"Kasus ini sekaligus mengingatkan publik tentang Enggartiasto Lukita yang dahulu dalam kasus dugaan korupsi Cessie Bank Bali yang melibatkan Joko Tjandra, Setya Novanto, Pande Lubis dkk. nama Enggartiasto Lukita disebut-sebut dalam Surat Dakwaan dan Putusan Hakim, karena terdapat aliran dana korupsi dalam kasus Cessie Bank Bali pada tahun 1998 ke Rekening Bank a/n. Enggartiasto Lukita atau Perusahaannya,"jelas Petrus.