Kemendes Gagas Sistem Penguatan Pengawasan Dana Desa Berbasis Kolaboratif


 Kemendes Gagas Sistem Penguatan Pengawasan Dana Desa Berbasis Kolaboratif Sekretaris Jenderal Kemendes PDTT, Anwar Sanusi memberikan arahan dalam forum Temu Konsultasi Publik dengan Tema Penguatan Sistem Pengawasan Dana Desa Berbasis Kolaboratif di Bogor, Jawa Barat, Kamis (23/5/2019). (Foto: Humas Kemendes PDTT)

BOGOR, ARAHKITA.COM - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) di bawah Biro Hukum, Organisasi dan Tata Laksana, menggagas akan membuat penguatan sistem pengawasan dana desa berbasis kolaboratif, dengan harapan outputnya akan menghasilkan Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Dana Desa yang bisa dijadikan rujukan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) dan Auditor, juga Kementerian/Lembaga.

Sekretaris Jenderal Kemendes PDTT Anwar Sanusi mengatakan bahwa pengawasan dana desa menjadi isu yang sensitif, melihat besarnya dana yang diberikan kepada pemerintah desa, yang sampai akhir tahun 2018 pemerintah pusat telah menganggarkan dana untuk diberikan kepada desa melalui 19 Kementerian/Lembaga sebesar Rp561 triliun. Ditambah lagi dengan adanya anggaran untuk dana desa yang pada tahun 2015 Rp20,67 triliun, tahun 2016 Rp46,98 triliun, tahun 2017 Rp60 triliun, tahun 2018 Rp60 triliun dan tahun 2018 Rp70 triliun, total Rp257,65 triliun.

"Pengawasan merupakan instrumen penting. Masih banyak temuan dari aspek proses pengambilan keputusan (musdes). Bagaimana mengawal dana desa dan ini pun masih ada persoalan. Siapa yang mengawasi dana desa? Inspektorat daerah? BPK? Satgas dana desa? Kejaksaan? KPK? Bagaimana seluruh K/L berperan cari satu formula untuk mengkoordinasikan seluruh instrumen yang ada dan menciptakan satu sistem pengawasan yang kolaboratif," katanya saat memberikan arahan pada kegiatan Temu Konsultasi Publik dengan tema: Penguatan Sistem Pengawasan Dana Desa Berbasis Kolaboratif, di Bogor, Jawa Barat, Kamis (23/5/2019).

Ia melanjutkan bahwa pengawasan yang sifatnya horizontal, memberikan ruang pada masyarakat, masyarakat bisa ikut mengawasi kalau mendapat informasi yang cukup. Misalnya saja tiap desa mencantumkan APBDes-nya di ruang publik yang mudah di akses sebagai bentuk transparansi. Selain itu, perkuat melalui organisasi sosial kemasyarakatan melalui masjid, gereja dan lain-lain.

"Dengan adanya acara ini, yang masing-masing sudah melakukan fungsi pengawasannya, bagaimana memiliki sentra informasi sebelum memiliki sistem baku, yang intinya dana desa ini betul-betul efektif menjdi instrumen bagi masyarakat desa untuk merubah nasibnya," pesannya.    

Sejalan dengan hal tersebut, Kepala Biro Hukum, Organisasi dan Tata Laksana, Undang Mugopal sekaligus penggagas pedoman sistem penguatan pengawasan dana desa, mengatakan semua kementerian/lembaga punya tugas dan fungsi untuk awasi dana desa namun belum punya pola yang sama dalam pengawasan dana desa. Hal ini salah satunya membuat kepala desa kesulitan dalam pembuatan laporan karena K/L meminta laporan ke Kepala desa dengan pola laporan yang berbeda-beda.

"Nanti akan ada penjelasan tentang format pengawasan dari masing-masing, penegak hukum (Polri, Kejaksaan, KPK), Auditor (BPK, BPKP), dan Kemendagri, untuk dicari persamaannya. Diharapkan outputnya akan ada buku pedoman pengawasan dana desa untuk semua K/L. Leadernya dari Kemendes PDTT," ujarnya.

Dalam perjalannya, potensi dan penyimpangan serta penyalahgunaan dana desa baik dalam tahap perencanaan maupun dalam tahap penggunaannya masih diketemukan.

Meskipun pengawasan sudah dilakukan dengan berbagai pola dan cara yang dilakukan oleh berbagai instansi terkait termasuk oleh Aparat Penegak Hukum (APH) yaitu Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK, serta oleh auditor yaitu BPK dan BPKP.

"Untuk meminimalisir penyalahgunaan dana desa perlu dibangun pola dan cara pengawasan yang kolaboratif. Hasil dari acara Temu Konsultasi Publik ini akan dibuat draft, nanti ada pertemuan selanjutnya dan pertemuan ke tiga diharapkan finishing," terangnya.

Sebelumnya, dalam rangka pengawasan dana desa, Kemendes PDTT telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) dana desa. Selain itu, telah dilakukan MoU dengan Mabes Polri dan Kemendagri, dengan membentuk Sekretariat Bersama (Sekber).

Kemudian MoU dengan Kejaksaan Agung RI. Masing-masing MoU tersebut pelaksanaanya masih berjalan secara terpisah dan diharapkan melalui Temu Konsultasi Publik ini dapat mencari solusi dengan menyatukan keseluruhan kerjasama yang sudah berjalan secara kolaboratif yang diharapkan ada pola dan langkah yang sama dalam melakukan pengawasan dana desa.

Kegiatan Temu Konsultasi Publik ini bertujuan untuk mencari solusi, penyamaan langkah dan pola pengawasan dana desa secara kolaboratif kepada para pemangku kepentingan sehingga dana desa bisa tepat sasaran.

Temu Konsultasi Publik Penguatan Sistem Pengawasan Dana Desa Berbasis Kolaboratif di Bogor ini melibatkan Kejasanaan Agung RI, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri, POLRI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).


Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Nasional Terbaru