Peran Media Sangat Strategis Dalam Membangun Optimisme Bangsa


  • Rabu, 25 April 2018 | 13:59
  • | News
 Peran Media Sangat Strategis Dalam Membangun Optimisme Bangsa Diskusi bertajuk: “Indonesia Optimis: Peran Konkret Media Membangun Optimisme Bangsa Melalui Pemberitaan” di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat. (Kaukus Muda Indonesia)

JAKARTA, ARAHKITA.COM - Media mempunyai kebebasan. Namun, sebaiknya tetap mempertimbangkan kepentingan nasional. Media juga jangan menjadi pengikut media sosial. Hal ini disampaikan mantan anggota Dewan Pers Agus Sudibyo dalam diskusi bertajuk: “Indonesia Optimis: Peran Konkret Media Membangun Optimisme Bangsa Melalui Pemberitaan”. Diskusi ini diadakan Kaukus Muda Indonesia di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih No. 32, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (23/4) sore.

Hadir sebagai narasumber dalam acara ini di antaranya:  Auri Jaya, Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia, Prof. Dr. Henry Subiakto, Staf Ahli Bidang Komunikasi dan Media Massa Kemenkominfo RI, Jodhi Yudono, Ketua Umum Ikatan Wartawan Online,  Hariqo Wibawa Satria, Direktur Eksekutif Komunikonten, Institut Media Sosial dan Diplomasi, dan  Agus Sudibyo, Pengamat Media.

“Saat bencana tsunami di Jepang, seperti ada pemahaman bersama insan pers agar foto dan narasi yang dikeluarkan oleh media tidak banyak memuat kesedihan dan reruntuhan. Hal ini untuk membangkitkan optimisme dan menjaga kepentingan nasional Jepang," jelas Agus Sudibyo.

Auri Jaya mengatakan, media harus memberitakan fakta dan memang kadangkala tidak sesuai dengan harapan masyarakat atau bahkan penguasa. Namun, itulah tugas media. “Yang terpenting adalah media jangan memuat hoax, ujaran kebencian. Saya bersama teman-teman di SMSI memiliki komitmen yang kuat untuk itu. Demikian juga dengan membangun optimisme bangsa lewat pers," jelas Auri.

Jodhi Yudono menjelaskan bahwa dirinya tetap optimis dunia pers Indonesia mampu menjadikan Indonesia ini lebih baik. Masih banyak wartawan-wartawan idealis dengan kapasitas mumpuni yang kita miliki. Menurut Jodhi, memang ada keresahan bahwa media semakin dipengaruhi oleh kepentingan bisnis dan politik. “Sekarang masyarakat sudah punya media sosial juga. Mereka juga menilai media. Oleh karena itu di Ikatan Wartawan Online Indonesia, kami terus berbenah meningkatkan kompetensi wartawan. Saya memanfaatkan kunjungan ke daerah dengan banyak diskusi non formal," katanya. 

Terkait peran media membangun optimisme, pengamat media sosial dari Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria, menceritakan tentang organisasi Perhimpunan Indonesia (PI). Menurutnya, sejarah mencatat bahwa yang membangun sikap optimis bahwa Indonesia pasti merdeka salah satunya adalah majalah Indonesia Merdeka yang diterbitkan oleh Perhimpunan Indonesia tahun 1924. Saat itu, ketuanya adalah Nazir Datuk Pamoetjak. Beliau lahir di Solok, Sumatera Barat, 10 April 1987. Seperti yang dikatakan Harold Adam Innis bahwa peradaban dan sejarah ditentukan oleh media yang menonjol pada masanya.

“Mumpung masih April dan jangan lupakan Nazir Datuk Pamoetjak. Ia perintis kemerdekaan Indonesia. Tahun 1924 ia menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia. Ia dan teman-temannya mengubah nama Majalah Hindia Poetra menjadi Indonesia Merdeka. Putrinya masih hidup hingga sekarang, namanya Lidia Djunita Pamoentjak. Majalah Indonesia Merdeka membangkitkan optimisme bahwa Indonesia akan merdeka. Selain itu juga mengkritik Belanda. Jadi media itu selain membangun sikap optimis juga sebagai kontrol terhadap penguasa. Idealnya media membangun masyarakat yang optimis dan waspada. Optimis saja tidak cukup, kita juga perlu waspada,” jelas Hariqo.

Prof. Dr. Henry Subiakto, Staf Ahli Menkominfo RI yang juga Guru Besar Komunikasi Universitas Airlangga dalam presentasinya menjelaskan, optimisme itu keyakinan dari segi yang baik dan sikap selalu mempunyai harapan baik dalam segala hal. Orang bersikap, beropini, hingga berperilaku, ditentukan oleh The pictures in our heads. The pictures in our heads dibangun oleh pengalaman pribadi dan informasi, termasuk dari media.

Henry Subiakto juga memaparkan beberapa isu politik yang akan terus dijadikan objek hoax menuju Pilpres 2019 nanti di antaranya: isu jati diri Presiden Jokowi, isu serbuan China ke Indonesia, isu bangkitnya PKI, Isu penguasaan asing dan aseng, isu ulama dizalimi, isu Indonesia bubar.

Henry Subiakto menambahkan bahwa ada juga hoax yang mengatakan bahwa pemerintah hanya menutup media-media Islam, menurut Henry ini sama sekali tidak benar. "Kami sangat terbuka menyampaikan datanya, bahkan kami pernah menutup website yang mengatasnamakan pendukung Presiden Jokowi juga karena melanggar. Jika ada konten yang melanggar, masyarakat dapat menghubungi kami langsung atau kirim email. Silahkan cek di website: aduankonten@mail.kominfo.go.id dan http://trustpositif.kominfo.go.id," jelasnya.


Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

News Terbaru